Selasa, 24 April 2012

cerpen remaja


UNTUK SAHABAT

Ketika dunia terang, alangkah semakin indah jikalau ada sahabat disisi. Kala langit mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat semua terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-kira sedikit tentang diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat. Aku memang seorang yang sangat fanatik pada persahabatan.

Namun, sekian lama pengembaraanku mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai sekarang, saat ku telah hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari sahabat.

Tapi kenyataan dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam menjalin sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat. Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku kala ku membutuhkannya. “May, nelpon yuk. Wartel buka tuh,” ujar seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Riea pada ‘sahabat’ku yang lain saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku Kugaris bawahi, dia tak mengajakku. 

Langsung pergi dengan tanpa ada basa-basi sedikitpun.  Padahal hari-hari kami di asrama sering dihabiskan bersama.
Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah keluar dari perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya teman. “Vy, gue numpang ya, ke kasur lo,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di kasurnya.

Aku menutup wajahku dengan bantal. Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga.
Tak lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku butuh teman. Aku takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi begitu mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu pergi meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka ‘menjauhiku’. “Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu.

Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai. Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku.

Kurasa semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia. Dia yamg dulu paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang
Lara yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian gitu dong,” balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita ngga pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita ngga ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku.

Tetapi aku masih sering merasa sendiri. Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku.

Kenapa selama ini aku tak menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’.
Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Sorry banget, Faiy. Seharusnya gue sadar. Selama ini tuh lo yang selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah bete sama gue. Dan lo bisa ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang, saat kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya.

Aku merasakan kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa aku ngga pernah sendiri dan ingat lagi padaNya, tak perlu aku yang mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada
seseorang. Bahkan malah orang lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Ngga papa koki kita pisah. Emang kalau pisah, persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku tersenyum. Menyeka sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan kami diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang akan menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan pula tinggalkannya.


UNTUK SAHABAT

Ketika mentari mulai bersinar, alangkah semakin indah jika ada sahabat disisi. Saat langit mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat semua terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Itulah kira-kira sedikit tentang diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat. Aku memang seorang yang sangat fanatik pada persahabatan.

Namun, sekian lama pengembaraanku mencari sahabat, tidak juga dia kutemukan. Sampai sekarang, saat aku telah hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari sahabat.
Tapi kenyataan dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam menjalin sebuah persahabatan. Memang tidak ada yang abadi di dunia ini. Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat. Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku saat aku membutuhkannya. “May, menelpon yuk. Wartel buka ,” ujar seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Riae pada ‘sahabat’ku yang lain saat kami di perpustakaan. “Ayo, ayo, ayo!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku.


Mereka langsung pergi tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering dihabiskan bersama.
Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku bergegas keluar dari perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi kesendirianku yang hari demi hari tidak kunjung membaik. Aku selalu merasa tidak punya teman. “Vy, saya numpang ya, ke kasur kamu,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di kasurnya.

Aku menutup wajahku dengan bantal. Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga.
Tidak lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku butuh teman. Aku selalu takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi begitu mengerikan. Apa kesalahanku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu pergi meninggalkanku? Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka ‘menjauhiku’. “Faiy, kamu kenapa sih? Kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga apa apa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tahu nggak ? tadi aku ketemu loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu.

Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai. Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku.

Kurasa semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Jika dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama aku. Padahal aku deket sama dia. Dia yang dulu paling mengerti aku. Sahabat aku,” Silvy curhat padaku tentang Lara yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang dia lebih sering cerita kepadaku. Aku tidak tahu mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian seperti itu dong,” balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau kamu sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita enggak pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita enggak ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku.

Tetapi aku masih sering merasa sendiri. Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku enggak pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku.

Kenapa selama ini aku tidak menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’.
Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Maaf, Faiy. Seharusnya aku sadar. Selama ini kamu yang selalu menemani aku, mendengarkan curhatanku, enggak pernah bosan sama aku. Dan kamu bisa mengingatkan aku ke Dia. Kamu sahabatku. Kenapa aku baru sadar sekarang, saat kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tidak kuasa menahan tangisnya.

Aku merasakan kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa aku enggak pernah sendiri dan ingat lagi padaNya, tidak perlu aku yang mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Enggak apa apa kita pisah. Memangnya kalau pisah, persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku tersenyum. Menyeka sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan kami diberkati Allah. Sahabat itu, terkadang tidak perlu kita cari. Dia yang akan menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan pula tinggalkannya.



Menghitung Hari

orang-orang sukses bahkan orang tuaku sendiri telah berkali-kali mengatakan padaku.  masalah itu seperti ujian. kadang susah kadang mudah. kadang kita bisa menyelesaikannya dengan baik namun tak jarang pula kita tak bisa menyelesaikannya. tapi, sesuatu yang mengganjal dalam pikiranku ini adalah... ujianku yang tinggal di hitung dengan hari.

-------------
"kau berbeda sayang" bunda mengatakan panjang lebar untuk mendeskripsikan diriku. sayang deskripsi yang bunda katakan bukanlah deskripsi yang di ajarkan guru sdku. deskripsi yang bunda katakan mengambil sudut pandang kepribadian yang sebenarnya terangkum pada akhir perkataannya, "kau berbeda sayang."
aku hanya tersenyum. miris. lalu segera beranjak pergi, mengunci diri dalam kamar. membenamkan kepalaku di dalam tumpukan bantal yang sengaja aku ambil dari kamar adikku.
aku tak sedang menangis. aku hanya ingin sedikit merenung tentang diriku, tentang masa depanku. yang sebenarnya kurasa masih amat jauh.
sudah tak terhitung sudah berapa kali aku mendesah, menahan gejolak hati yang memaki-maki diriku sendiri. memaki-maki diriku mengapa aku tak bisa untuk konsisten, untuk tepat waktu, untuk tekun, untuk rajin. 
tak hanya bunda yang resah dengan diriku sendiri. diriku sendiri pun sebenarnya telah marah pada diriku sendiri.
tuhan, bolehkah aku bertanya apakah aku masih bisa berdiri di masa yang akan datang nanti?
tuhan apakah aku tak mampu?
pertanyaan seperti itu kerap menghiasi kepalaku. memenuhinya sehingga sesuatu yang seharusnya tersimpan dalam memoriku di tolak mentah-mentah oleh telingaku. terlebih saat rasa aneh itu ikut merambati hatiku. tak ada satupun gelombang suara yang tertangkap oleh daun telingaku.
RESAHku sudah di ujung tanduk. seseorang disana dengan pesonanya membuat aku buak karena jatuh cinta padanya. aku kadang heran mengapa aku bisa jatuh cinta pada sosok yang tak pernah aku bayangkan dan jauh dari kata sempurna. dia hanya lelaki biasa. aku tau tapi, rasa itu... telah rekat melekat dalam hatiku dan mengalir bersama aliran darahku. 
Satu yang aku pikirkan saat ini karena resahku akan masa depan indahku, dapatkah aku mengeluarkan semua keresahan, kemalasan, rasa tak mampu dan sebagian cintaku bersama kotoran yang akan masuk dan bercampur dengan kotoran keluargaku?!

-------------

aku tau mulai saat ini aku memang sudah harus menghitung hari. hari ini sudah memasuki bulan april. seharusnya tak ada lagi kata malas. terlebih kata gengsi. tapi, pesimisme menjadi musuh utamaku saat ini. yang selalu membuatku terjatuh. namun, helaan nafas prajurit optimisme sempat membelaiku sehingga air mata ini sudah tak terjatuh lagi... tuhan, mulai saat ini hingga seterusnya jadikan aku seseorang yang dapat berdiri tegap berlari memeluk masa depanku.




Jus  Melon

Tanganku tersenggol, catatan yang rapi menjadi berantakan. Hari ini berjalan tidak sesuai harapan. Apa yang aku pikirkan ternyata tidak sesuai dengan apa yang terjadi barusan. Semuanya membuat keadaannya begitu membosankan, ingin aku akhiri cepat-cepat pelajaran hari ini. Aku ingin tidur di ranjangku dan menangis sekencangnya.

Tentu aku tidak bisa melakukannya, karena aku masih harus mencatat penjelasan Bu Heri. Hanya saja ada tekanan yang menggangu kinerja tanganku mencatat materi tentang IPA “pencemaran”.Hari ini tidak hanya buruk karena masalah tadi pagi, tapi juga karena gangguan teman sebangkuku. Benar-benar polusi sudah mengganggu kehidupan manusia. Yani temanku ini, tidak hanya menyebabkan polusi suara dengan pertanyaan bodohnya. Tapi juga polusi hati. Ya Tuhan maafkan kekejamanku, tapi seandainya boleh aku ingin membuang temanku ini ke tong sampah!“Uh, kamu benar-benar menyempurnakan deritaku hari ini.

Lihat catatanku jadi tergores!” Sebenarnya itu adalah satu alasan dari sekian alasan besar aku benci sahabatku ini!. Aku mengeluarkan kekesalanku dengan kualitas yang sama namun kuantitas yang diperkecil. Aku takut dimarahi bu Heri.“Duh sori sori, ini ku kasi tipe ex! Aku cuma penasaran dengan rencanamu tadi pagi, gimana hasilnya?” Dia masih saja mempertanyakan hal yang sama, seperti wartawan. Dia sama sekali tidak melihat tanda-tanda? Aku gak tahu racun apa yang mencemari otak temanku satu ini? Bisa-bisanya menanyakan sesuatu yang penting di saat yang genting seperti ini. Seluruh sekolah sudah mengenal keangkeran Bu Heri.“Buruk, teramat buruk. Aku males cerita itu” Aku harap Yani cukup ngerti dengan jawabanku itu. Ya, aku ingin mengalihkan pikiranku dari masalah itu, seandainya aku bisa mengalami amnesia sementara. Aku pasti membuang jauh-jauh ingatan tentang itu. Tentang Doni Parwita yang menolakku pagi tadi.“Oke, kapanpun kamu mau aku akan mendengarnya dengan sepenuh hati. Aku bawa recorder kalo gitu!” Kutu kupret, emang dasar Yani temen yang lugu, polos dan agak telmi ini. Bisa-bisanya dia mengeluarkan candaan yang gak lucu. Coba dia bukan temanku, coba dia tidak bisa membantuku pelajaran matematika? Aku sudah membuangnya jauh-jauh!Semuanya berjalan seperti tayangan sinetron Indonesia episode ke 1001, ceritanya jadi gak menarik karena menceritakan hal-hal yang tidak penting. Setelah pelajaran Bu Heri semuanya berjalan seperti itu, aku memang tidak ingin melewati hari ini.Akhirnya aku sudah berada di kamar tidurku. Melakukan kegiatan yang ku tunggu-tunggu dari tadi pagi. Aku ingin menangis sepuasnya. Kertas yang ku pegang ini sudah berbentuk bulat sebesaran bola pingpong, juga basah karena air mataku. Aku melemparnya jauh-jauh.Bukan kejadian itu yang aku inginkan, bukan pemandangan itu yang ingin aku lihat. Lagian bukan rasa ini yang ingin aku rasakan.

Aku terjerambab jatuh dalam kesedihanku. Ku ingin melempar kesedihan ini semudah ku melempar kertas itu. Betapa bodohnya aku sempat menulis surat cinta di kertas itu? Otakku di penuhi dengan umpatan, kekecewan, kemarahan dan penyesalan. Semua suara dari luar sepertinya gak sanggup menggapai serat-serat neuron di otakku.Semuanya memang tidak penting lagi, yang penting adalah kesedihanku. Sekilas ku dengar suara, mungkin itu suara ibu,,,,? “Nak cepet makan, entar bantu Ibu nganterin pesenan nasi kotak ke ibu Dewi, abis itu bantu ibu cuci baju adikmu, trus bantu ibu ngepel, blab la bla .!“ Ah, apa peduliku. Aku hanya mau berhenti dan menghilang sejenak dan,,,, dan ,,,,nampaknya aku tertidur”***“

Aku pikir kita akan sering bertemu karena sekarang aku ketua osis dan kamu sekretarisnya!”  Suara itu keluar dengan merdunya, aku teringat adegan sewaktu Leonardo D Caprio ,menyatakan cintanya kepada Luna Maya di film Titanic. Namanya Doni Parwita anak kelas 2 IPA1, bagiku dia sempurna untuk menjadi cowok idamanku. Dia memiliki semua hal untuk dikagumi ganteng, baik dan yang penting dia kaya. Hehe jujur aku ikut-ikutan di Osis karena ingin deket dengannya.“Hm iya, mohon kerjasamanya” Sambil menundukkan kepala, karena aku malu menatap matanya. Semua tingkahku terasa kaku dan dipaksakan. Sebelum semuanya menjadi tidak karuan sebaiknya aku pergi.“Mmmmm, maaf aku ke kelas dulu” Segera kulangkahkan kakiku menuju kelas. Ternyata Larasati cewek yang sangat disegani seluruh koloni SMU Pandawa ini bisa kehilangan muka gara-gara cowok tinggi, keren, gagah, pinter dan suka menabung. Doni Parwita….Sulit untuk tidak berkata suka ketika bertemu dengan Doni Parwita, kesatria yang menyamai reputasi Arjuna dalam cerita-cerita pewayangan. Begitupun aku Larasati Kumala, cewek yang cantik calon model top. Doni memang pantas mendapatkan aku, sudah dibayangkan jika kami resmi pacaran seluruh sekolahan bakalan ramai. Seluruh infotaunmen bakalan sibuk dengan gossip-gosip. Dan duniapun menjadi miliki aku berdua sama Doni Parwita. Yang lain bakalan ku pindahin ke Mars.
           
Harusnya aku tidak bersikap sesombong itu. Harapan untuk mendapat Doni Parwita hanya menjadi harapan kosong. Semenjak pagi sebelum pelajaran Bu Heri, aku mengetahui isi hati Doni. Bodohnya aku, kenapa selama ini aku merasa Doni suka padaku.

Ternyata dia menganggupku hanya sebagai teman. Dan kenyataannya Doni menaruh rasa suka kepada cewek lain!!***He apa aku masih dalam mimpi? Sungguh sial nasibku, bahkan dalam mimpipun aku masih memikirkan kejadian tragis itu. Kenapa dunia menjadi gelap? Ternyata aku tidur sampai malam, badanku terasa sedikit pegel namun hatiku rasanya ringan.

Menangis ternyata obat ampuh untuk menghilangkan ketegangan. Dengan mandi pasti akan jadi lebih baik.Aku beranjak dari ranjangku, menyalakan lampu. Tanpa terasa tanganku menyenggol sesuatu.

Ketika lampunya menyala, aku melihat buku warna hijau. Nampaknya buku harian, dari sahabatku Yani. Kenapa buku itu bisa nyampe ke sini? Apa dia sempat mampir kesini? Ternyata Yanilah teman yang menjadi penghalangku mendapatkan Doni.“Buat sahabatku laras, sebelum kamu membuang buku ini. Aku berdoa semoga kamu sempat melirik halaman ini. Tadi sepulang sekolah kamu pergi duluan dan itu tak biasa bagiku karena kita selalu pulang bersama. Ternyata aku bertemu dengan Doni Parwita, sebelum aku sempat bertanya. Dia melakukan sesuatu yang sulit kuduga, dia menembakku Ti. Aku sangat kagum dengan kesungguhannya karena waktu tui sekolah masih ramai. Bayangkan cowok sengetop dia bisa berlutut di depanku menyatakan cintanya. Aku merasa berarti sekali, selama ini aku merasa bukan siapa-siapa. Tapi saat itu aku merasa lain! Aku merasa beruntung sekali, sehingga aku merasa sanggup memindahkan manusia ke Mars. Dan aku bisa berdua dengan Doni Parwita. Tapi dengan bangga aku menyampaikan ini kepadamu, aku sudah menolak Doni Parwita. Mungkin siapapun pasti setuju itu tindakan bodoh. Tapi bagiku meninggalkan sahabat jauh lebih bodoh. He, kamu masih mau berteman dengan cewek yang lugu, polos dan tidak berdosa ini kan?Aku tunggu jawabanmu besok, aku bawa tape recorder!!”  

Yani membuatku merasakan naik roller coster, perasaanku dibanting-banting olehnya. Aku tersenyum, kali ini senyumku tulus untuk Yani. Pernah mengalami haus kemudian tiba-tiba ketemu jus melon? Bagaimana perasaanmu setelahnya? Semuanya menjadi berbeda kamu merasa lebih baik, karena hidup tak seburuk yang kamu kira. Yani seperti  jus melon itu, dia sudah mengajarkanku hal penting yang aku lupakan. Aku menyesal sering menyepelekannya namun sekarang aku janji tak akan melakukannya lagi. Sahabat adalah sosok yang paling tahu apa yang terbaik untuk sahabatnya. Dia selalu membawa jus melon untukku ketika benar-benar haus.  







Gara-gara liontin

“Cit, mau kemana?”“ketoko buku”“kalo gitu, gue pulang duluan ya!”“sip lah”Hari menegangkan itu dimulai pada hari ini.Hari ini aku harus menemukan buku yang judulnya sama persis dengan buku perpustakaan yang sudah Ku hilangkan tempo hari. Buku itu hilang bersamaan dengan hilangnya tasku distasiun. Sudah beberapa toko buku Aku kunjungi, namun masih belum kutemukan buku yang judulnya sama persis. Mudah-mudahan Aku bisa mendapatkannya disini.“rahasia… bin… tang…” kataku sambil meneliti satu per satu judul-judul buku diantara deretan rak. “Ah, ini dia akhirnya ketemu juga”DORRRAku mendengar suara tembakan, entah dari mana asal suara itu. Seketika toko ini ramai dengan teriakan-teriakan para pengunjung.
Dan orang-orang berlarian kesana kemari. Apa yang terjadi, apakah ada perampokan? Bersamaan dengan ledakan tadi, tak sengaja Aku menjatuhkan bukunya. Kucari buku itu kebawah lantai, tak ada, kurasa bukunya telah tertendang oleh orang-orang yang berlarian tadi.“aw” ada yang menarik tanganku. “hei…!!!” Aku memukul bahu cowok yang masih saja membawaku berlari. Kutolehkan pandanganku kebelakang. Ada yang mengejar kami. Siapa mereka? Tiga orang pria berjubah hitam dengan penutup mukanya, terlihat sangat seram dan menakutkan.

Kami terus berlari menyelamatkan diri. Disebuah rumah kecil tak berpenghuni, kami aman dari kejaran mereka.Hosh… hosh… hosh…“sebenarnya ada apa sih?” aku bertanya dengan napas tersengal-sengal.“mereka ngincer loe” kata cowok berseragam putih abu-abu dan sepertinya ia sebaya denganku, “gue perhatiin dari tadi mereka ngikutin loe terus”Aku masih tak percaya dengan kejadian ini.“loe punya musuh?” katanya sedikit berbisik.Aku menggelengkan kepala.“punya barang berharga?”Sekali lagi Aku menggelengkan kepala.“pernah berbuat salah?” ini pertanyaan ketiganya.“untuk kesalahan yang berakibat fatal kayak gini…. NGGAK”

Aku sedikit ketakutan.Kami terdiam sejenak.“sekarang loe mau kemana?”“mau pulang, gue takut”Ia mengantarku pulang sampai depan rumah. Nasib baik masih berpihak pada kami. Komplotan yang tadi mengincarku, kini sudah tak berkeliaran lagi. Untuk saat ini Aku sudah aman berada dirumah. Sebenarnya apa yang mereka incar dari diriku?Hari kedua setelah kejadian itu, aku takut untuk keluar rumah dan pergi sekolah. Tapi hari ini aku ada Ujian. Aku hanya bisa berdoa agar Allah melindungiku.Kembali aku bertemu dengan cowok yang telah menyelamatkan nyawaku. Ia menungguku didepan gerbang sekolah.

Ia sengaja menemuiku untuk mengantarku pulang agar kejadian kemarin tak terulang lagi.“makasih ya” aku menghentikan langkaku.Aku merasa tenang saat bertemu dengannya.“untuk apa?”“makasih udah mengkhawatirkan keselamatkan gue. Padahal, loe belum kenal sama gue. Oh ya nama gue Citra” Aku mengulurkan tangan.Namun balasan uluran tangannya bukanlah bermaksud untuk saling berkenalan, lagi-lagi ia membawaku berlari “mereka ada disini” katanya.Aku melihat kebelakang sambil berlari “Ah… mereka mengejar kita”Terlalu lama kami berlari, Aku sudah lelah. “tunggu…” Aku melepaskan tanganku darinya“ayo cepat!!! Kita harus cepat!!! Sebentar lagi kita sampai pada tempat yang aman untuk bersembunyi” kembali ia meraih tanganku dan berlari. Kenapa dia begitu peduli padaku.Kami telah sampai pada sebuah gedung bertingkat yang sudah lama tidak dipakai. Namun, tetap saja tiga orang pria berjubah hitam itu masih mengejar kami.DORRRSebuah peluru tepat mengenainya. Seketika ia jatuh tergeletak tak berdaya. “hei… bangun, loe harus bangun! Loe harus nolong gue!” Aku mengguncang-guncangkan badannya. Apa yang harus Aku lakukan, Aku tak bisa meninggalkannya sendirian disini. Tiga pria berjubah hitam telah ada didepanku sekarang. Sudah tak ada kesempatan untuk melarikan diri. Jika itu kulakukan, mereka pasti akan menembakkan pistolnya kembali. Aku sangat takut.“sebenarnya apa yang kalian inginkan?” teriakku sambil menangis.Salah satu dari merka mendekatiku dan menarik kerah bajuku dengan kasar. “lepaskan!!” Aku mendorongnya.“kalau kalian mengincarku, jangan lukai dia” Aku menunjuk cowok yang tergeletak itu, “dia tidak bersalah”“sayangnya dia nggak keberatan untuk kami lukai. Kamu tau… dia ada dipihak kami”Aku melihat cowok itu beranjak dari lantai, “tenang aja gue ngak apa-apa” katanya dengan sinis “gue udah pake baju anti peluru. Oh ya kenalin gue Jhon” ia mengulurkan tangannya.Segera aku menepis tangan kotor itu “penghianat!!! Jadi loe sengaja ngajak gue lari ketempat ini?”Aku kembali menatap tiga pria berjubah hitam itu. Salah satu dari mereka membuka penutup mukanya.“paman?” Aku heran dan kaget.“mana Ayah kamu?”“hah…” Aku tertawa sinis, “paman lupa kalau saudara paman sendiri sudah meninggal? Dan mungkin paman juga lupa kalau Ayah meninggal gara-gara perbuatan paman? Dasar… saudara nggak tau diri!!!”PLAKK. Ia menamparku “jaga mulut kamu!”Aku hanya bisa menahan amarahku. Ia sudah menghancurkan keluarga kami. Ia terlalu jahat untuk dikasihani. Ia terlalu jahat untuk dihormati. Ayah meninggal karena sangat mengkhawatirkan paman. Beliau rela keluar kota untuk menyelamatkan paman katika Ayah mendapat kabar bahwa paman akan dipenjara, padahal saat itu perusahaan sedang membutuhkan bantuan Ayah.
Alhasil, Ayah mengalami kecelakaan dan nyawanya tak dapat tertolong lagi. Dibalik itu semua paman menipu Ayah, ia tidak berada diluar kota tetapi ia disini dan mengambil alih perusahaan Ayah.“mana liontin itu?”“apa?... sekarang paman mengincar liontin itu, setelah kejadian itu? paman masih mau merebut semua harta yang bukan milik paman?” Aku mendekati paman “Aku tau paman pasti mengincar liontin itu untuk mengambil surat wasiat dari kakek dan menguasai seluruh harta kakek?” Aku menghela napas sejanak “masih belum cukup dengan harta hasil korupsi yang paman kuasai sekarang?” kali ini rasa takutku sudah hilang.“jangan banyak bicara kamu, cepat serahkan liontin itu!”“paman terlambat, keluarga kami sudah menyumbangkan seluruh harta kakek ke panti asuhan”“bodoh!!!” sekali lagi paman menamparku. Ini tamparannya yang kedua. Tubuhku oleng dan jatuh.Tamparan ini sudah tak terasa sakit lagi dibandingkan dengan perlakuan paman sebelumnya. Aku mencoba untuk kembali berdiri dan menunjukkan kalau Aku bukan seorang yang lemah. Dan Aku menatap sekitar gedung yang sepi ini, setiap kata yang kami keluarkan menggema.“paman yang bodoh, rela melakukan ini semua hanya gara-gara harta” Aku berteriak sekencang mungkin. Kedua pria berjubah hitam dibelakangnya mengulurkan pistol kearahku. “dan paman melupakan satu hal, lokasi disini dekat sekali dengan kantor polisi, Citra yakin sebentar lagi polisi akan datang karena mendengar tembakan tadi”Cowok yang berada disampingku segera mengangkat kakinya dan berlari. “Maaf, saya harus pergi, tugas saya sudah selesai”, sepertinya ia khawatir kalau polisi akan menangkapnya. “sialan!!!”Nguing… nguing… nguing…Sukses. Polisi datang tepat pada waktunya.







Dipayungi Dewi  Fortuna

sebelum membaca cerpen ini dianjurkan dulu membaca : Melawan Bye
Malam ini kondisi ruangan balai kampung bertambah sesak,jumlah penonton mengalami gafik peningkatan yang cukup signifikan.Space yang memang eksistensinya disediakan untuk menampung pesan sponsor pun jumlahnya juga bertambah.Malam ini ada tambahan sponsor berkonten kata-kata provokatif yang ditujukan kepada audiensi untuk membeli Mie Ayam di warungnya Pak Topo,kata-kata substil dari sebuah sebuah LSM untuk menghindari penyakit Acquired immunodeficiency syndrome yang salah satunya dengan menjauhi aktivitas gonta-ganti pasangan atau pakai kondom,dan ajakan dari salah satu instansi kepada warga kampung Kacang Panjang untuk menjauhi poligami dan kawin dini.      
Para peserta turnamen badminton telah bersiap-siaga di pinggir lapangan termasuk juga aku.Mas Haris terlihat berulang kali menarik nafas panjang,tampaknya dia dicekam perasaan grogi akut.Menurutku sangat wajarlah bila Mas Haris dihinggapi perasaan seperti itu karena malam ini lawan yang harus dihadapinya adalah Mas Anto,yang notabene adalah unggulan pertama di pertandingan ini.Mungkin hanya faktor keajaibanlah yang membuatnya mampu mengalahkan Mas Anto.        
Sejujurnya perasaanku pun sebenarnya idem dengan apa yang dirasakan oleh Mas Haris.Lawan yang harus kuhadapi malam ini bukanlah orang sembarangan di cabang olah raga ini.Jika dibuat kalkulatif-matematis secara kualitas kemampuan Kang Robert itu 3 tingkat di atas skill Mas Haris,dan kemampuan Mas Haris setingkat berada di atasku jadi secara logis aku dipastikan akan dibuat bulan-bulanan oleh Kang Robert.Sebenarnya yang kutakutkan bukanlah kekalahanku karena semua orang pasti maklum dengan kekalahnku,tetapi terkuaknya kegobloganku di cabang olah raga ini.Apa kata orang ketika melihatku ternyata sama sekali tak becus bermain bulu tangkis padahal saat berkomentar seperti paling pintar saja.Aku menyesal sendiri kenapa aku saat kecil sudah terburu-buru melontarkan statemen tak berbakat bulu tangkis hanya karena terkena enthong di kepala saat minta raket kepada emak.Andaikan aku lebih kreatif sedikit yaitu umpamanya menjadi gebugan kasur emakku sebagai raket tentu aku masih punya kemampuan sedikit-sedikit di cabang olah raga ini,tapi sekali lagi sapi sudah jadi semur.Oleh karena itu kawan kalian jangan pernah terburu-buru bertindak dan mengeluarkan statemen karena bisa menyesal di belakang harinya.        
Di bangku penonton tak kulihat anak istri Mas Haris hadir di sana.Padahal kemarin malam kulihat mereka sekeluarga hadir untuk memberi suport kepada Mas Haris.Kemarin mereka sekeluarga tampak atraktif sekali dalam memberikan dukungan kepada Mas Haris.Istri Mas Hari sambil menggendong si ragil dengan semangat 45 menggebug-gebug jerigen wadah minyak tanah,Johni Paino anak mbarep Mas Haris yang duduk di bangku sekolah dasar kelas 2 Sekolah Dasar menepuk-nepuk tangannya sambil meneriakkan nama ayah dengan lantang,anak ke dua Mas Haris si Zulkifli yang masih duduk di bangku Tk hanya meloncat-loncat sambil memanggil-manggil nama bapaknya,dan putrinya  terbontot,Sulastri,yang berada di gendongan ibunya menangis keras-keras karena takut dengan suara jerigen yang digebug.Tampaknya mereka sekeluarga sudah sepakat tak menonton aksi Mas Haris malam ini karena tak tega melihat Mas Haris dijadikan bulan-bulanan Mas Anto.  Pertandingan pertama antara Mas Anto dan Mas Haris pun di mulai.Mas Haris mengeluarkan segala tehnik dan kemampuan yang dia punyai untuk mengimbangi permainan Mas Anto tetapi semua itu sia-sia belaka karena endingnya dia terkapar juga dengan tragis.       
Pertandingan malam hari ini berlangsung sesuai perkiraan semua orang,berjalan dengan timpang.Mas Haris habis dijadikan bulan-bulanan oleh Mas Anto.Selama pertandingan Mas Haris lebih sering memungut bola di lapangannya sendiri daripada memainkan raketnya.Dia tak diberi sedikit pun kesempatan oleh Mas Anto untuk mengembangkan permainannya,dan ending pertandingan ini pun bisa ditebak ,Mas Haris kalah telak dari Mas Anto 2 set langsung,bahkan durasinya tak sampai memakan waktu 20 menit.       
Menginjak pertandingan ke dua gemuruh sorai penonton semakin membahana apalagi ketika sang MC memanggil namaku,keadaan menjadi semakin gila saja.Setelah namaku tuntas dikumandangkan aku pun melangkah ke tengah arena permainan.Gelak tawa penonton pecah tak karua-karuan ketika melihatku masuk ke lapangan mengenakan kaos badminton yang kedodoran.Beginilah kawan efek sampingnya mengenakan kaos pinjaman,apalagi bila kita pinjam kaos pada orang yang badannya 3 X lebih besar daripada ukuran badan kita,aku tampak seperti mengenakan dress.        
Penonton tampaknya sudah yakin bahwa aku akan dikalahkan Kang Robert dengan mudah,semudah Mas Anto mengakhiri perlawanan Mas Haris.Saat ini topik pembicaraan mereka bukan lagi seputar siapa pemenang pada pertandingan kali ini,tetapi sudah melompat ke babak final antara Kang Robert dan Mas Anto.Bagi mereka pertandingan pada malam ini secara kasat mata sudah dapat diketahui siapa pemenangnya,yang pasti menurut prediksi mereka pemenangnya bukanlah aku.       
Aku melakukan gerakan pemanasan,dan setiap aku melakukan gerakan ringan terdengar gemuruh suara penonton yang meneriakiku,tetapi aku acuhkan saja mereka aku tetap konsentrasi dengan aktivitasku.Anjing menggonggong kafilah berlalu.
 Setelah aku telah dalam kondisi siap siaga di lapangan maka sang MC pun memanggil  nama Mas Robert lewat mic dengan penuh semangat dan disambut dengan gegap gempita suara penonton.Penonton tak henti-hentinya memanggil dan mengelu-elukan nama Kang Robert.Setelah kulirik ternyata mereka adalah masa bayaran yang disewa panitia sekedar untuk memeriahkan acara sebagaimana yang dilakukan acara-acara talk show di televisi-televisi.Kadang aku sepet juga dengan kehebohan yang mereka ( masa bayaran ) buat karena kadang kesannya terlalu lebay - dalam istilah gaulnya.        
Tetapi panggilan sang Mc tak direspon oleh Kang  Robert,karena dia tak segera menampakkan batang hidungnya.Sang MC mengulangi panggilannya kembali tetapi Kang Robert tetap tak kunjung nongol-nongol juga.Masa bayaran mulai terdiam tak lagi bersorak dan berteriak.

Kemana gerangan Kang Robert,mungkinkah dia sedang bersembunyi di salah satu sudut ruangan ini lalu ketika penonton sudah putus asa dan aku sudah merasa diatas angin tiba-tiba dia muncul untuk memberi surprise kepada penonton dan memberi efek down kepadaku.Kataku dalam hati.     
 Tiba-tiba keadaan menjadi gaduh riuh rendah.Para penonton heboh sendiri dan saling bertanya seputar keberadaan Kang Robert,kemanakah gerangan dia ? Setelah agak lama menunggu dalam ketidak pastian muncullah seorang anak kecil berkulit putih.Dia mengaku sebagai utusannya Kang Robert.        
Anak kecil ini mengatakan bahwa Kang Robert,yang notabene adalah bapaknya,sekarang lagi terkapar di atas ranjang karena sakit typusnya kumat.Penonton pun kecewa berat dengan kabar yang dibawa oleh anak ini.        
Penonton pulang kerumah dengan kecewa karena prediksi mereka meleset.Aku yang seharusnya sudah terhenti di fase ini ternyata malah mampu melaju ke babak final dengan sukses,tanpa sedikit pun mengeluarkan setetes keringat.Sekali lagi keberuntungan menyelimutiku.               
Mas Anto tersenyum simpul membayangkan mini compo yang pasti akan menjadi miliknya.Dengan gugurnya Kang Robert di babak semi final berarti peluang untuk menggondol Mini Compo semakin menganga lebar,karena lawan yang akan dihadapinya di babak final adalah aku.
Dalam jumpa pers Mas Anto mengatakan akan menghabisiku dengan segera karena dia sudah tak sabar ingin membawa pulang Mini Compo itu.Mendengar pernyataan Mas Anto itu aku merasa diintimidasi,aku menjadi ciut nya




ANTARA SAHABAT DAN CINTA PERTAMA
"Apa kau yakin ingin meninggalkan London ?"tanya gadis cantik itu, rambut lurusnya diikat dua, mata hijaunya berbinar-binar, kulit putihnya sedikit terlihat kemerah-merahan.
"Aku yakin, aku akan pergi ke Jepang, tempat asalku dilahirkan"jawab gadis Jepang itu yakin, gadis itu berambut panjang gelombong coklat muda diikat satu, mata birunya sedikit berbinar.
"Baiklah Megumi, aku harap lain kali kau akan mampir ke London"kata gadis itu sedikit sedih.
"Ya Emily, aku pasti akan mampir kembali dan menghampirimu !"kata Megumi meyakinkan.
"Selamat tinggal Megumi"kata Emily sambil melambaikan tangannya, Megumi pun menaiki pesawat yang akan membawanya ke negeri Sakura.Selama diperjalanan Megumi hanya meneteskan air mata, mengingat sahabat terbaiknya selalu menunggu kehadirannya.
"Emily, aku janji akan kembali"kata Megumi dalam hati sambil meneteskan air mata.

Sesampai di Jepang, Megumi pun mencari kedua orang tuanya, gadis berumur 16 tahun itu mencari kedua orang tuanya, Megumi pun menemukan mereka, kedua orang tuanya sekarang sudah terlihat tua, setelah selama 4 tahun tidak bertemu orang tuanya, Megumi bersekolah di London bersama Tante dan Omnya.Megumi pun memeluk orang tuanya.
"Mama, Papa.Megumi rindu pada kalian"kata Megumi meneteskan air mata rindu.
"Kami juga merindukanmu nak"kata Mama yang juga menitikkan air mata haru.Megumi pun pulang ke rumah yang selalu ia rindukan.Di rumah sudah ada Nana, adik tersayangnya yang masih berusia 10 tahun, Megumi pun memeluk adik tersayangnya.
"Shimai, Nana rindu sekali sama Shimai"kata Nana senang melihat kakaknya sudah pulang.
"Shimai juga rindu padamu Nana"kata Megumi.Megumi pun menuju kamar tidurnya, tidak ada perubahan dengan kamarnya saat berusia 12 tahun.Dinding berwarna kuning itu masih dihiasi beberapa lukisan karya Megumi, dan sebuah jam dinding hijau kesayangan Megumi, bed cover hijau polkadot putih itu masih dihiasi sebuah boneka beruang kesayangan Megumi saat kecil, lemari kayu, meja rias putih, dan sebuah meja berukuran sdang masih terletak rapi di kamar itu, Megumi pun merebahkan diri di bed cover itu sambil memeluk boneka beruangnya, tiba-tiba handphonenya berdering, tertera sebuah pesan telah berada di kontak handphone tersebut, Megumi pun membaca pesan itu,
"  Megumi bagaimana perjalananmu ? Apakah berjalan lancar ? Aku harap begitu.Adikku, Eiji menangis terus karena tau kau pergi jauh dari London.Aku masih menunggumu sahabatku..."
Megumi pun membalas pesan itu,
"  Perjalananku berjalan lancar, oh iya titipkan salamku untuk keluargamu terutama Eiji.Aku rindu pada adik kecilmu itu, aku rindu tawa Eiji.Aku pasti akan kembali ke London, tunggu aku ya"
Megumi pun mengirim pesan itu.Megumi pun mulai menutup matanya.
Sinar mentari membangunkan gadis cantik yang sedang terlelap lelah setelah menempuh perjalanan jauh, Megumi pun bergegas membersihkan diri, tidak begitu lama Megumi pun selsai berbersih diri, ia pun duduk di meja riasnya, Megumi mengoleskan bedak, dan blush di wajah putihnya, sedikit lipsgloss teroles rapi di bibirnya.Rambut gelombangnya digulung dua.Selesai berdandan, Megumi pun menuruni tangga dan menuju ruang makan, di meja makan tersebut sudah tersedia semangkuk mie khas Jepang, dan teh hijau khusus untuk Megumi.Megumi pun menyantap sarapan tersebut,
"Shimai kapan mulai sekolah kembali ?"tanya Nana dengan suara imutnya.Megumi pun menelan mienya,
"Mungkin menunggu sampai sekolah Shimai membuka peserta didik baru"jawab Megumi.
"Hm..Mama..Mama, Shimai akan bersekolah dimana ?"tanya Nana lugu kepada Mama.
"Megumi akan bersekolah di High School Saiensu"jawab Mama kepada putri keduanya.Megumi pun selesai memakan sarapannya, ia pun menuju kamarnya,
"Hm..Mungkin aku harus berjalan-jalan keluar rumah untuk menghirp udara segar"kata Megumi, lalu mengambil jaket putihnya, lalu turun menuju pintu.
"Megumi, kau mau kemana ?"tanya Mama.
"Aku mau menghirup udara segar Ma"jawab Megumi sambil membuka gagang pintu.
"Hati-hati ya nak !"kata Mama.Megumi pun mulai berjalan-jalan, ia pun duduk di bangku Taman
Bunga Sakura.Tiba-tiba ada seseorang yang tak sengaja menumpakkan air mineralnya dijaket
 Megumi.
"Ah..Maaf"kata seorang laki-laki kepada Megumi, laki-laki itu tampan, rambutnya berwarna coklat muda, mata hitamnya terlihat ada penyesalan.
"Tak apa"jawab Megumi, pipi Megumi bersemu merah, sepertinya ia menemukan cinta pertamanya.
"Siapa namamu ?"tanya laki-laki itu.
"Namaku Megumi Natsuko, kamu dapat memanggilku Megumi"jawab Megumi, pipinya masih
bersemu meah.
"Namaku Katashi Masuo, kamu dapat memanggilku Katashi"kata Katashi ramah.
"Kamu masih bersekolah ? Lalu sekolahmu dimana ?"tanya Megumi memberanikan diri.
"Aku masih sekolah di High School Saiensu"jawab Katashi.
"Aku juga akan masuk HSS loh"kata Megumi.
"Yang benar ? Kau akan jadi murid baru ya di kelas 10, berarti kau harus memanggilku Ani dong
hahahaha"canda  Katashi.
"Enak saja, aku akan masuk kelas 11"jawab Megumi.
"Semoga kau sekelas denganku, eh sudah dulu ya.Aku ada janji dengan sahabatku, sampai bertemu di HSS"kata Katashi sambil melangkah pergi.Megumi juga bergegas pulang, sesampai di rumah, Nana menyambut Shimainya.Megumi pun menuju kamarnya,
"Aku tak sabar menunggu saat aku masuk HSS"kata Megumi dalam hati, Megumi tidur lelap di
bed covernya...




AKU CINTA SAHABATKU

Angin sore menerpa wajahku yang sedang asyik-asyiknya melamunkan hal yang ga tau kenapa bisa aku lamunin. Hal ini tuh udah bikin aku galau belakangan ini. Ya, apa lagi kalau bukan jatuh cinta. Jatuh cinta udah ngebuat aku kaya orang bego. 

Tiap kali aku makan, wajah dia tuh selalu muncul, ngebayang-bayangin tiap langkah aku ke sekolah, dia tuh bagaikan bintang untukku, slalu nemenin tokoh 'aku' dalam mimpi aku. Sebenernya sih dia tuh temen chattingan facebook aku, dia tuh slalu ada kalau aku lagi sedih, ada masalah, juga kalau aku seneng, dia slalu ada buat jadi tempat berbagi kesenangan.  

"Braakkkk!" suara itu kedengaran amat menyeramkan, dan setelah kusadari, ternyata aku terjatuh dari ayunan yang sedang kunaiki. Ya ampun, aku ngelamunin dia lagi... Apa yang terjadi sama aku? Masa aku baru aja ngelakuin hal bego kaya gitu? Hal yang mungkin ngebuat orang lain ngakak di atas penderitaanku. 

"Awww.... Sakit banget kaki aku..." sebenarnya aku tau di taman ini ga ada orang lain selain aku, tapi kok aku ngerasa ada suara ketawa yang kejam? Hiiyyy, jangan-jangan....... 

"Huaaaa", aku berteriak kencang saking kagetnya. Baru kali ini aku denger suara hantu, ternyata suaranya tuh kaya manusia banget yah.  

"Ya ampunnn, ini Kayla? Ahaha, aku ngga nyangka banget bisa ketemu kamu di sini, Kay", kata suara itu. Haaaaa..... Salah apa aku bisa ketemu hantu di sore hari yang indah ini, ternyata hantu itu serba tau yaaa, masa dia juga tau nama aku, terus ya iya dia seneng bisa ketemu manusia bernama Kayla ini di taman terus nakut-nakutin dia, sementara aku...? 

'Tuhan tolongin aku Tuhan, bawa aku ke tempat yang aman, ke atas pohon boleh deh, asal aku ga usah ngeliat ni hantu gitu, ngga usah tatap muka sama diaaa.... Aku takut hantu....', doaku dalam hati. Tapi kayanya itu cuma jadi mimpi soalnya aku masih di bawah pohon, di deket ayunan kuning ini.... Suara langkah kaki itu semakin deket lagi... 

"aaaaaaa, jangan bunuh aku, mas hantu, aku masih belom punya pacar, masih banyak dosa sama mama sama papa... Pleaseee dong mas hantu, biarin aku hiduppp", teriakku sejadi-jadinya.  "Hahahahaha Kaylaa-Kaylaa... Kamu tuh yaa ngga di dunia asli, ngga di chat, sama aja: PENAKUT! Hahaha, ini aku, Mike..." kata suara itu... 'Mike siapa' kataku dalam hati.... 'Mike??? Hah, cowo itu? yang sedari tadi aku pikirin? Cowo yang ngebuat aku jatuh memalukan dari ayunan? hahaha, ngga mungkin ah', kataku sembari membalikkan tubuhku ke arah suara itu berasal. Hwaaa, wajah itu membuat hatiku bergetar hebat. 

Ternyata itu beneran Mike ya Tuhan!  Seketika lidahku tak bisa berkata-kata, 'kenapa lidahku kelu tiap kau panggil aku', gitu kalo kata sm*sh! aduh apa apan aku ini, di saat seperti ini aku masih bisa mikirin boyband asal Bandung favoritku itu... kembali lagi dong ke dunia nyata. "Hah, kamu beneran Mike?" kataku, memandang wajah dia yang berdiri di sebelahku sambil mengulurkan tangan, membantuku berdiri. 

"Ya iyalah emang kamu mikir aku ini hantu yang tau nama kamu? Hahaha", kata Mike seolah dapat membaca pikiranku. "Hehehe, ya kirain sih", kataku, menyambut uluan tangannya.  Baru kali ini aku melihat wajah aslinya, ternyata lebih cakep dari fotonya, ngebuat hati aku cenat cenut. 

Kami mengobrol banyak di taman sambil menikmati matahari yang dengan malu-malu ke tempat asalnya. Senja itu, aku benar-benar ngerasain apa yang namanya indahnya jatuh cinta. Setelah mengobrol begitu lamanya, kami berpamitan, oiyah sekarang aku tau, dia pindah ke blok sebelah rumah aku. Aku jadi tetanggaan sama dia, senangnya :D. Kami lalu pergi ke rumah Mike untuk Mike kenalkan sama keluarganya yang sering dia ceritakan di chat ym ke aku.    

Mike pindah dari Jakarta ke Bandung, katanya sih papanya tugas kerja di Bandung. Dia tinggal sama keluarganya, yang barusan dia kenalin ke aku, Oom Anwar, Tante Rosa, dan adik perempuannya yang cantik, Mary. Mike sekolah di sekolah yang beda sama aku. Hari-hari berikutnya kujalani dengan senyuman yang menghiasi wajaku, menganggap bahwa semua hal buruk di dunia ini takkan berarti apa-apa bagiku, asal aku bisa liat wajah dia, wajah Mike setiap hari... 

Sekarang Mike sudah menjadi sahabatku yang selalu ada di sampingku tiap aku ada masalah, dia selalu ngehibur aku.Semuanya jadi indah, sampai pada suatu hari, dia cerita ke aku tentang seorang cewe yang udah ngebuat hati aku sedih. Mike suka sama cewe itu, dan akhirnya setelah 3 bulan PDKT atau pendekatan, mereka jadian.  

Aku ngga kuat kalo harus terus begini, aku harus ngomong sama Mike tentang perasaanku sebenarnya, sebelum aku dibuat gila sama perasaan cinta sama sahabat sendiri. Bahkan, sebelum kami sahabatan, cuma sebagai temen di dunia lain selain dunia nyata, yaitu dunia maya, yang ga pernah tatap muka sebelumnya, aku udah suka sama dia... Ya, kalo perasaan ini terus-menerus dipupuk kaya gini, apalagi dengan sikap baik bangetnya itu, sikap perhatian itu, aku ngga mungkin ngga cinta sama dia... Rasa cinta ini terus menerus tumbuh, semakin besar dan semakin besar. Kalau aku ngga ngomong, bukannya aku seneng, tapi malah tersiksa sama perasaan ini.  Sampai pada suatu sore yang cerah, saat kami sedang ngobrol di taman kompleks sambil menatap awan yang terus menerus bergerak, aku menceritakan semua tentang isi hatiku, apa yang aku rasakan sama dia, dari kapan perasaan itu muncul, dan berbagai macam kalimat lain yang gatau kenapa langsung meluncur dari lidahku. Aku juga heran kenapa dia ngga kaget sama apa yang aku katakan. 

Dia tetap tersenyum manis sambil mendengarkan aku bicara tentang perasaan terlarang ini. Setelah selesai semua beban di hatiku ini. "Mike, kok kamu malah senyum-senyum sih? Emang sih ceritaku tuh novel banget, tapi harus kamu tau, ini tuh kejadian sebenernya!", kataku. 

"Ngga kok, Kay, aku seneng kamu mau jujur sama aku, aku seneng kamu mau jadi the one yang mau tulus cinta sama aku... Ehm, sebenernya aku malu banget ngomong ini sebenernya. Aku juga suka sama kamu, Kay. Dari kita ketemu di chat ym, aku juga udah suka sama kamu, aku berusaha supaya jadi yang terbaik buat kamu. Tapi aku udah putus harapan, soalnya kamu tuh ngga ngasih respon ke aku", jelas Mike. 

"Hah? Kalau kamu juga suka sama aku, kenapa kamu jadian sama Lila? Kenapa kamu malah ngebuat hati aku tambah sakit, Mike setelah aku tau kejadian yang sebenarnya."  

"Sebenernya, Lila yang aku ceritain ke kamu itu, dia adik aku, aku cuma mau tau, apa kamu cemburu sama Lila atau ngga. Ternyata kamu cemburu yah, hehehe", canda Mike, tapi aku kira ini janggal dan ngga lucu! "Mike, bukannya adik kamu namanya Mary? Kok kamu ganti jadi Lila sih?", tanyaku penasaran.
"Yah, namanya kan Delila Mary Wijaya, nama belakangnya sama kaya aku: Michael Stefan Wijaya. Hehehe, maaf banget kalau aku udah bohongin kamu, Kayla." 

Mike membuat aku yang tadinya kesal bercampur senang merasa sedikit tenang.  

"Jadi?" kata Mike. "Jadi, apa aku boleh jadi cowo yang bisa ngelindungin kamu, Kay?", sederhana, tapi udah buat aku melambung tinggi, bagai terbang di atas awan. 

"Aku mau, Mike jadi cewe yang bisa ngertiin kamu", jawabku sambil tersenyum. Kami baru saja jadian dan aku sangat senang akan hal itu. Menikmati senja di dekat ayunan tempatku pertama bertemu dengan Mike, dengan suasana yang sama: langit senja berwarna merah keunguan membuat hatiku tentram. Ternyata, sahabat juga bisa jadi cinta.




Arti Sebuah Senyuman
Hujan turun begitu deras saat bunda pergi kedalam pelukan-Nya. Air mata tak bisa berhenti mengalir seperti hujan yang tak henti jatuh , saat kulihat wajah bunda yang tersenyum damai. Aku terus menatap mata bunda, mata yang selalu membuat diri ini tersenyum, tapi senyuman ku sekarang terkunci rapat. Hanya tangisan dan teriakan yang menyebut “BUNDA”. Seseorang yang tak a sing lagi datang menghampiriku seseorang yang dulu menggoreskan luka dihatiku dan yang lebih menyakitkan dihati bunda. Seseoranng itu adalah Ayahku sendiri yang meninggalkan kami disaat bunda sedang sakit gara-gara wanita yang membuatnya buta. Aku tak ingin dia menatap wajah bunda yang begitu suci tak ingin wajah bunda yang begitu damai bertemu dengan lelaki seperti dia yang telah membuat bunda semakin parah penyakitnya dan sampai bunda dibawa oleh yang di atas.

“pergi kamu jangan dekati bundaku”teriakku menghalangi tubuh bunda yang sudah kaku.
“tasya maafkan ayah ”dia berusaha memelukku tapi aku melepaskan pelukan itu
“ayah? ”aku tertawa kecut
“ayahku sudah mati, mati karena wanita lain sekarang aku anak yatim piatu. Anda puas”aku membentak dengan tangisan yang tak bisa dibendung.
“tasya sudahlah biarkan ayahmu melihat bundamu”ujar bibiku.

“tasya tak rela kalau orang ini melihat wajah bunda yang begitu damai, tasya tak mau bunda menangis bibi ”aku semakin menangis. Tubuhku lemas, dan “BRUGGG” tubuh lemahku terjatuh pingsan.
Aku melihat bunda begitu sehat tersenyum indah padaku memakai baju putih yang indah disebuah padang ruput yang hijau, aku berlari dengan senyuman. Tapi bunda semakin menjauh, aku mulai gelisah dan terus berlari tapi bunda terus menjauh aku mulai menangis dan aku terbangun , itu hanya mimpi. .
“tasya. . . kamu sudah sadar”Tanya bibiku
“bunda dimana?”tanyaku pada bibi. Dia memelukku dengan tangisannya
“tasya ibumu sudah dimakamkan, tasya kamu harus kuat dalam menjalani cobaan hidupmu. Bibi yakin kamu pasti bisa melewati ini semua”Bibi menangis membasahi bajuku. Aku tterdiam sekarang aku sendiri bunda sudah ada dalam pelukan-Nya. Maaf bunda Tasya tak bisa mengantar bunda . aku menangis bersama pelukan Bibi.

***
Sudah seminggu setelah bunda pergi, aku menjadi pendiam tak ada senyuman lagi dimulutku ini, tak ada keceriaan yang tampak diwajahku yang ada hanya kesedihan. Di sekolah aku menjadi penyendiri walau sahabat-sahabatku selalu menyemangatiku tapi itu tak bisa merubah segalanya.
“Tasya kamu mau ikut aku ketemu dengan Nugi, dia bawa temannya yang menurutku dia baik. Ayolah Sya ikut aku ya” ujar temanku yang menarik-narik tanganku.
Aku menghela napas “hah”.

“maaf Nita aku gag bisa, aku lagi gag mood”ujarku dengan wajah murung
Dia menarik tanganku.

“pokoknya kamu harus ikut, mereka nunggu kita di taman ” Nita memaksaku ikut , ya apa boleh buat aku pun mengikuti keinginannya.
Kita sudah sampai ditaman di tengah sekolah kami.
Terlihat dua orang pria yang tersenyum pada kita. Ku lihat Nita sangat senang bertemu sang pujaannya.

“hay maaf ya lama nunggunya”.
“kenalin ini temanku Tasya imutkan ?”
Mereka tersenyum
“hay aku Nugi pacar Nita”senyumnya sambil memberikan tangannya padaku
“tasya”ujarku yang tersenyum terpaksa

“aku Yudis temanya Nita dan Nugi”senyumnya yang juga memberikan tanganya
“tasya”kami pun bersalaman. Aku seperti orang bodoh berada ditengah tengah orang yang sedang saling jatuh cinta, aku iri nita tertawa lepas .sedangkan aku hanya diam tak ada yang bisa buat aku tersenyum seperti nita. Yudis mendekatiku dan memberikan selembar kertas yang berisi puisi
Arti Hidup
semuanya terasa begitu hamoa
tak ada lagi klasih sayang yang kurasakan
ini begitu sulit ini begitu asing bagiku




PUTIH ABU-ABU
Oleh: Nurul Rahmah

Malam itu ku teringat akan semua masa-masa ketika ku bersama mereka bersama teman-teman SMA ku , tak bisa kuhitung tetesan air mataku yang jatuh mungkin kumuak, kubenci,  sekaligus ku mengasihi  dan bangga akan diriku sendiri. Aku yang terpojokan dekap sikap-sikap mereka membuatku tersadar aku tak seisitimewa mereka yang lahir dengan wajah yang rupawan, harta yang berkecukupan, dan tinggal dilingkungan perkotaan.


Cerpen Remaja Putih Abu
Teringat akan sebuah kenangan di mana aku duduk di kelas 1 SMA aku yang awalnya sangat sulit beradaptasi dengan semuanya. Tampanku yang biasa-biasa saja, gayaku yang cupu, dan otakku yang biasa-biasa pula membuatku minder dengan sekelilingku. Kuberfikir apakah ada sesosok teman yang mau nerima aku yang seperti ini dan apakah aku bisa membuat mereka iri akan kehidupaku yang akan datang, yah liat saja nanti. Kisahku di putih abu-abu.
Senin, 4 Juni 2010. Hari pertama  kumelukis kisah di putih abu-abu. Pagi itu dengan bangga kutampil didepan bapak dan ibuku berpakain putih abu-abu berjilbab abu-abu serasa aku telah berubah menjadi gadis remaja yang cantik saat itu, tau bagaimana reaksi bapak dan ibuku waw mereka memberiku 2 jempol, makasih bapak ibu udah membuat hatiku tersenyum meski kusadar kubiasa-biasa saja, sebelum kesekolah kucium tangan bapak dan ibu, pesan bapak dan ibu jalani semuanya dengan hati yah nak, karena hatilah yang akan menuntun hidupmu. Pesan itulah yang membimbing jalanku.
Dengan basmalah ku menginjatkan kakiku di SMA NEGERI 1 4 BUTTERFLY . Yah ini lah awal perjuanganku. Bell berbunyi tanda pelajar dimulai tapi aku belum tau dimana kelasku berada, namanya juga baru masuk sekolah jadi aku belum tau, saat itu aku ditempatkan dikelas 1.E. Aku  berjalan dan bertanya kesana kemari mencari kelasku tapi sudah hampir stengah jam berlalu aku belum dapat, hingga kuberanikan diriku bertanya kepada guru, saat itulah aku baru tau dimana kelasku. Teman-teman dan kakak-kakak kelas yang berbisik sambil tertawa melihatku saat itu membuatku teringat pesan bapak da ibu jadi aku tidak boleh sakit hati kerena nanti hatiku jadi rusak dan tidak ada yang membimbing hidupku, meski ku sadar aku lah yang diceritai dan ditertawai mereka, gayaku yang cupu inilah ditertawai mereka, sepatu yang kukenakan ini adalah sepatu kusam yang kupakai sejak aku kelas 3 SMP dulu, karena tidak mau menyusahkan orangtua jadi aku menolak untuk dibelikan yang baru,kurawat sepatuku ini dengan baik-baik meski kumuh tapi masih layak dipakai. Perasaanku saat itu sangat sedih tapi mau diapakan lagi memang pantas aku digituin, selintas hatiku berkata tunggu suatu saat nanti  kalian akan membayar hinaan kalian dengan sanjungan akan keberhasilan dan presatasi yang akan kuraih nanti.
Tidak terasa satu tahun berlalu aku menjalani kehidupanku di SMA ,yah meski sudah hampir setahun tapi aku baru mengenal beberapa teman yang mau berteman dengan ku, itupun bisa dihitung jari kasihan yang aku.
Ada hal yang membuatku bersedih dan kecewa tau apa, naik kelas 2 aku ditempatkan dikelas BAHASA, dimana siswa beranggapan kelas program bahasa lah tempat siswa-siswa yang bodoh dan nakal. Awalnya ku tidak menerima semua ini tapi aku sadar Allah telah punya rencana yang indah sehingga menempatkanku dikelas ini. Pandangan mereka yang jelek akan kelas program bahasa ini kan saya ubah menjadi pandangan yang beranggapan bahasa jurusan yang istimewa jurusan yang tidak bisa dianggap sepele. Saat itulah ku ubah sikap, gaya, tampilan dan kebiasaan buruku.
Hari pertamaku belajar di Kelas Bahasa dengan gaya berpakaianku  yah bisa dibilang lumayan kalau diberi nilai dapat 82 lah, bukan cuman gaya berpenampilanku berubah tapi sikapku pun kuubah juga wajahku yang dulunya nunduk kalaw jalan, sekarang dah agak tegak dengan wajah dan hati yang tersenyum. Tau tidak perubahanku itu memberikan hasil yang positif bagi diriku teman-temaku mulai banyak dan prestasiku mulai meningkat, aku lebih rajin belajar sehingga aku ditunjuk menjadi salah satu yang mewakili sekolah untuk lomba membawa nama sekolah, dan kini aku mulai bangga akan diriku, meski masih banyak yang mencela dan menghinaku disekolah.
Pesan bapak dan ibu yang kutanam dalam hatiku benar-benar membimbingku. Jika hati dijaga dan dijauhi dari penyakit hati pasti akan menghasilkan hati yang mulia. Menjalani hari demi hari dengan sejuta kesan yang kuterima memberiku sebuah pelajaran besar akan kehidupan, ini baru awal dari kehidupanku masih banyak kehidupan selanjutnya yang akan penuh dengan cobaan. Jangan takut untuk berubah kalau memang semua itu tidak merugikan diri kita dan orang lain. Semua pengalaman yang kudapat adalah guru dari perjalananku selanjutnya.



'Mantan'

oleh Melody Muchransyah

Seluruh rasa antusias itu seakan luruh. Semangatku untuk mendengar cerita Laras, hilang begitu saja. Kebahagiaan yang tadi sempat mengisi relung hatiku, tercabut secara paksa.

Di sebuah kamar kost-an, aku duduk di atas tempat tidur. Tangan kananku memegang sebatang cokelat. Di tangan kiriku, aku memainkan sebuah permainan, di handphone kesayanganku.

“Tari, perasaan dari tadi pagi lo makan cokelat terus. Apa enggak takut gemuk?” tanya Wery, sambil berbaring di tempat tidur yang terletak di samping kanan tempat tidurku.

“Iya, gue heran deh sama Lestari. Padahal kalau makan cokelat enggak tanggung-tanggung. Sekali makan bisa habis dua batang. Tapi kenapa badan lo enggak gemuk sih?” Hanny yang dari tadi sibuk ber-SMS-an dengan Deni, pacarnya, ikut melibatkan diri dalam obrolan kami.

“Jangan-jangan lo muntahin lagi, ya?” timpa Wery, sebelum sempat aku menjawab pertanyaan dari mereka.

“Wah, jangan-jangan iya, nih. Lo bulemia ya?”

“Bulemia? Yang benar tuh, bulimia. Bukan bulemia. Makanya kalau punya kamus kedokteran itu dibuka-buka. Jangan disimpan aja,” ledek Wery, sambil tertawa terbahak-bahak.

Kami pun kemudian tertawa.

Begitulah suasana di kost-an bila malam tiba. Selalu ramai dengan canda tawa. Kata-kata yang Hanny dan Wery lontarkan, terkadang memang dalam. Tapi memang begitulah mereka. Ceplas-ceplos.

Untuk menanggapi mereka yang seperti itu, aku harus menganggap bahwa kata-kata yang mereka lontarkan itu tidak serius. Mereka hanya bercanda. Kalau aku mengganggap serius kata-kata mereka. Dijamin, aku enggak akan betah tinggal di kost-an.

“Eh, tapi benar enggak sih, kalau lo bulimia?” Henny masih penasaran.

“Ya, enggak lah. Ngapain juga gue harus muntahin makanan yang sudah gue makan. Kalau gue ngelakuin itu, bisa-bisa, dinding perut, usus, ginjal, gigi, semuanya rusak. Dan yang lebih parah, gue bisa meninggal karena kekurangan gizi. Mending gue meninggal karena dicium Fikri, dari pada gue meninggal karena kekurangan gizi,” aku yang sejak tadi bergeming, akhirnya menanggapi kata-kata mereka.

“Cieee... yang tadi pagi baru jadian. Omongannya enggak nahan.”

Tok... tok... tok....

Tiba-tiba pintu rumah di ketuk dari luar.
Wery, yang bertugas piket hari ini, bangkit untuk membukakan pintu.

“Tari, gue mau curhat!” Laras, saudara kembarku, sudah berdiri di depan pintu kamar, padahal baru lima belas detik Wery membuka pintu. Laras kemudian langsung berlari ke arahku.

“Lo ke sini sama siapa? Sudah malam begini,” tanyaku, heran.

“Sendiri. Gue sengaja ke sini, mau curhat sama elo. Lagian, besok gue enggak ada jadwal kuliah. Jadi gue bisa nginep di sini.”
“Eh... enggak bisa, enggak bisa. Bertiga aja sudah sempit. Apalagi ditambah satu gajah.” Hanny protes.

“Teman lo keterlaluan banget, sih. Masa gue dibilang gajah. Lagian, kamar ini kan masih luas banget!” Laras marah.

“Hanny memang begitu. Udah, enggak usah di masukin ke hati. Cuekin aja. Kita pindah ke kamar sebelah aja, yuk.”

Aku dan Laras kemudian bergeras meninggalkan kamar yang ditempati Hanny dan Wary. Kami menuju kamar yang lain, yang terletak tidak jauh dari kamar mereka.

Di rumah yang kami kontrak ini, hanya mempunyai dua kamar. Satu kamar untuk tidur. Satu kamar lagi untuk lemari pakaian dan rak buku. Kami sengaja mengaturnya seperti itu. Karena yang tinggal di rumah ini bukan hanya dua orang. Melainkan tiga orang. Selain itu, agar kebersamaan dan kekeluargaan di antara kami lebih terasa.

Sesampainya di kamar, laras langsung merebahkan diri ke karpet, yang berada tepat di tengah-tengah deretan lemari. Aku yang memang sudah lelah, ikut berbaring di sampingnya.

“Tari, lo tahu enggak. Tadi pagi gue ketemu cowok, cakep banget. Rambutnya ikal, matanya cokelat, hidungnya mancung, senyumnya manis, terus di pipi kanannya ada tahi lalat. Pokoknya sempurna banget, deh. Gue suka sama dia.”

“Ketemu di mana? Namanya siapa?” tanyaku, antusias. Perasaan lelah itu hilang seketika, tergantikan olah semangat yang baru. Karena baru kali ini Laras menceritakan tentang perasaannya pada seorang pria. Baru kali ini dia jatuh cinta. Padahal usianya sudah hampir sembilan belas tahun.

“Gue ketemu dia waktu di toko buku. Namanya Fikri.”

“Siapa?!” tanyaku, tak percaya.

“Fikri. Fikri Adi Dinata. Kalau enggak salah, dia juga kuliah di kampus lo, di jurusan Kesehatan Masyarakat. Lo kenal?! Ih... salamin ya.”
Seluruh rasa antusias itu seakan luruh. Semangatku untuk mendengar cerita Laras, hilang begitu saja. Kebahagiaan yang tadi sempat mengisi relung hatiku, tercabut secara paksa. Meskipun begitu, aku tidak ingin mengecewakan Laras. Aku tetap mendengarkan cerita tentang pertemuannya dengan Fikri. Tak tega rasanya membuatnya kecewa. Ia begitu bersemangat, begitu bahagia.

Aku benar-benar bingung sekarang. Aku harus bagaimana?! Laras ternyata mencintai Fikri, pacarku sendiri. Ini bukan salahnya, karena dia tidak pernah mengetahui bahwa aku dan Fikri, sebenarnya pacaran. Ini adalah kesalahanku sepenuhnya, karena aku tidak pernah memberi tahu Laras. Tapi aku tidak tega menghancurkan perasaannya. Cinta pertamanya!
***

“Fikri, hari ini kamu masih ada jam kuliah enggak?”

“Enggak ada. Memang ada apa?”

“Aku ingin ke pantai. Kamu mau menemaniku?”

“Untuk kamu, apa sih yang enggak?”

“Ya sudah. Berangkat, yuk.”

“Oke.”

RX King milik Fikri melaju dengan kencang. Membelah jalanan Kota Baja yang penuh debu.

Semilir angin pantai menerpa wajah tirusku, yang terduduk bagai di hamparan lautan es kim. Rambut ikal bergelombang menari mengikuti arah angin berhembus. Lenganku memeluk lutut. Pandanganku lurus ke garis horizontal.

Fikri duduk di samping kiriku. Kedua kakinya diluruskan. Tangannya meremas butir-butir pasir yang ada di samping kanan dan kirinya. Selama beberapa saat kami terdiam. Hanya suara debur ombak yang terdengar.

“Tari, sebenarnya apa yang ingin kamu katakan?” tanya Fikri, tiba-tiba. Ia seakan merasakan ada sesuatu yang kusembunyikan.

Aku bangkit, kemudian berseru, “Fikri, aku ingin bermain dengan ombak.” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.

Fikri kemudian menggenggam dengan lembut tanganku. Aku menatapnya. Mataku dan matanya saling beradu. Ada kepedihan di hatiku.

Aku melepaskan genggaman Fikri. Dengan gontai aku melangkah, mendekati riak ombak yang menjilati hamparan es krim itu. Fikri menyejajarkan langkahnya dengan langkahku.
Aku hentikan langkahku, saat ombak yang menerjang kakiku semakin kuat. Fikri masih berada di sampingku.

“Sayang, kamu kenapa? Pasti ada sesuatu hal yang ingin kamu katakan padaku.”

“Fikri, kita adu lari, yuk. Sampai tembok pembatas itu ya,” untuk kedua kalinya aku mengalihkan pembicaraan.

“Oke. Tapi kalau kamu kalah, kamu harus mengatakan yang sejujurnya. Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan.”

Setelah aku merasa letih, aku kemudian berhenti dan berbalik. Ternyata aku sudah jauh meninggalkan Fikri, yang memang tidak ikut berlari. Masih dengan nafas tersengal-sengal, aku kembali berlari ke arah Fikri. Aku merasakan beban di hatiku kini sedikit berkurang.

“Kamu curang,” seruku, masih dengan tersengal-sengal.

“Kamu larinya semangat banget, sih. Jadi aku enggak bisa menyusul deh,” jawab Fikri, sekenanya.

Aku kemudian terdiam. Pandanganku kembali tertuju ke garis horizontal. Namun kini, sebuah senyuman mengembang dari bibir tipisku. Perasaanku lebih tenang.

“Sayang, sebenarnya ada apa sih?”.

“Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu. Hanya bersamamu, hari ini,” jawabku. Pandanganku masih tertuju ke garis horizontal.

Fikri kemudian tersenyum, sambil berkata, “Aku pikir kamu mau cerita sesuatu. Karena kamu selalu mengajak aku ke pantai, kalau mau cerita sesuatu.”

“Masa, sih?”

“Bukannya iya?”

Kami pun bercanda dan tertawa. Menghabiskan hari ini bersama. Berdua, di tepi pantai. Kami bercanda dan tertawa, hingga senja berada di ufuk barat.
***

Kala senja berada di ufuk Barat, tepat berada di tengah garis horizontal, aku mengatakan, “Fikri, aku sudah memutuskan bahwa aku enggak bisa melanjutkan hubungan kita. Aku enggak bisa pacaran sama kamu. Ada seseorang yang lebih pantas untukmu.”
“Maksud kamu apa?!”

Aku kemudian menarik nafas, dalam dan panjang. Menghembuskannya perlahan. Aku berusaha untuk tersenyum, meskipun hatiku terluka. Sama seperti yang Fikri rasakan saat ini.

“Aku sudah terlalu sering menyakitimu. Aku tidak berhak mendapatkan cintamu. Kamu berhak mendapatkan wanita lain yang lebih baik dariku. Dia adalah Laras.”

“Laras?! Saudara kembarmu? Lestari, cinta itu bukan bola, yang bisa kamu oper sesuka hatimu. Sekalipun, kepada saudara kembarmu!” Fikri marah besar.

Hatiku semakin terluka. Aku menyadari, bahwa cinta memang bukanlah sebuah bola. Tapi demi kebahagiaan Laras, aku berharap, cintamu padaku seperti halnya sebuah bola. Sehingga cinta itu bisa dioper kepada Laras. Dan membuatnya bahagia.

Rabu, 04 April 2012

Cara Menghias Telur Paskah
Gaya Hidup Hari Raya Paskah dirayakan oleh seluruh umat Kristen di Indonesia. Biasanya tradisi membagi telur paskah dengan keluarga atau teman juga dilakukan pada perayaan hari besar ini. Banyak orang yang menghias telur paskahnya agar terlihat menarik. Telur paskah mempunyai arti dan makan tersendiri untuk umat Kristen. Karenanya memberikan telur paskah yang bagus dan terlihat menarik juga menjadi hal yang penting. Bagi kamu yang belum tahu cara menghias telur paskah, mungkin cara berikut bisa membantu. Cara menghias telur paskah agar terlihat menarik dan bagus: 


1. Hias Seperti Boneka Hal pertama yang perlu kamu siapkan adalah bersihkan kulit telur sampai tidak ada debu. Beli manik-manik dan aksesoris mata boneka sesuai dengan jumlah telur yang akan dihias. Jika sudah ada, tempel mata boneka dan manik-manik dengan menggunakan lem pada kulit telur. Gunakan manik-manik sebagai hidung dan mulut dari telur. Jika manik-manik masih tersisa, kamu bisa menggunakannya untuk menghias bagian telur yang masih polos. Kreasikan hiasan telur sesuai dengan selera kamu sendiri. 



2. Telur Paskah Berbunga Siapkan tali pita atau kertas yang berwarna dipotong panjang. Bentuk seperti bunga dengan cara menggulung pita atau kertas tersebut. Pilihlah warna yang cerah agar terlihat lebih menarik. Jika pita atau kertas sudah dibentuk seperti bunga, langsung saja tempel ke telur yang mau dihias. Kamu juga bisa menggunakan bunga kertas yang sudah jadi untuk hiasan telur. Kamu tinggal tempel saja bunga kertas yang sudah jadi itu satu persatu (lihat gambar 2). 



3. Telur Paskah Berwarna Jika kamu hobi melukis, kamu bisa menghias telur paskah dengan melukisnya. Gunakan warna yang permanen dan tidak berbau tajam. Padukan warna yang cocok untuk menghias telur paskah. 


4. Telur Paskah Bergambar Tuangkan hobi menggambar kamu untuk menghias telur paskah. Agar lebih menarik, kamu bisa menggambar bentuk hati, ekspresi wajah atau yang lainnya. Jika ingin memberinya untuk pacar, kamu bisa menggambar hati yang di dalam hati itu ada gambar dua orang, cowok dan cewek. 


5. Telur Paskah Bernama Ingin yang simpel dan tidak susah? Kamu bisa hias telur paskah dengan menuliskan kalimat ucapan “Happy Easter” dan tulis nama orang yang ingin kamu beri telur. 


Dijamin deh telur kamu bakalan terlihat unik dan berkesan. Bagaimana, mudah bukan? Sekarang kamu tinggal pilih mau cara yang mana..