HunT3r9251
Minggu, 17 Juni 2012
Selasa, 24 April 2012
cerpen remaja
UNTUK SAHABAT
Ketika
dunia terang, alangkah semakin indah jikalau ada sahabat disisi. Kala
langit mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat semua
terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat disampingku. Sahabat.
Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-kira sedikit tentang diriku yang
begitu merindukan kehadiran seorang sahabat. Aku memang seorang yang
sangat fanatik pada persahabatan.
Namun, sekian lama
pengembaraanku mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai sekarang,
saat ku telah hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir
itu akan memudahkanku mencari sahabat.
Tapi kenyataan
dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa
kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan
dalam menjalin sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia
ini. Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di
sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat. Nyatanya, orang yang kuanggap
sahabat, justru meninggalkanku kala ku membutuhkannya. “May, nelpon yuk.
Wartel buka tuh,” ujar seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Riea
pada ‘sahabat’ku yang lain saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!”
balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku Kugaris bawahi, dia tak mengajakku.
Langsung pergi dengan tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering dihabiskan bersama.
Huh,
apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah keluar dari perpustakaan
dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi
kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya
teman. “Vy, gue numpang ya, ke kasur lo,” ujarku pada seorang yang
lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di kasurnya.
Aku menutup wajahku dengan bantal. Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga.
Tak
lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak
juga sadar aku butuh teman. Aku takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi
begitu mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat
selalu pergi meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu
banyak pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi
lagi-lagi mereka ‘menjauhiku’. “Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis
tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga
papa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika
kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,” ujar Silvy
malu-malu.
Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai. Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku.
Kurasa
semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan
oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu
masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara
malah jadi jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia. Dia yamg
dulu paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang
Lara
yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita
padaku. Entah mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan
merasa sendirian gitu dong,” balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau
lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita ngga pernah sendirian.
Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti
jelas kita ngga ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari
bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh,
Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku.
Tetapi
aku masih sering merasa sendiri. Sedangkan Allah setia bersama kita
sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah hidup sendiri. Ada Allah
yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan
selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku.
Kenapa selama ini aku tak menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’.
Dijamin
aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Sorry banget,
Faiy. Seharusnya gue sadar. Selama ini tuh lo yang selalu nemenin gue,
dengerin curhatan gue, ngga pernah bete sama gue. Dan lo bisa ngingetin
gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang, saat kita
sebentar lagi berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya.
Aku
merasakan kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya,
setelah aku sadar bahwa aku ngga pernah sendiri dan ingat lagi padaNya,
tak perlu aku yang mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada
seseorang.
Bahkan malah orang lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku
melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Ngga papa koki kita pisah.
Emang kalau pisah, persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan
persahabatan,” kataku tersenyum. Menyeka sisa-sisa air mataku. Kami
tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan kami
diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang akan
menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada
siapapun. Dan yang terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah.
Jangan merasa sepi. Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan pula
tinggalkannya.
UNTUK SAHABAT
Ketika mentari mulai bersinar, alangkah semakin indah jika ada sahabat disisi. Saat langit mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat semua terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Itulah kira-kira sedikit tentang diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat. Aku memang seorang yang sangat fanatik pada persahabatan.
Namun, sekian lama pengembaraanku mencari sahabat, tidak juga dia kutemukan. Sampai sekarang, saat aku telah hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari sahabat.
Tapi kenyataan dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam menjalin sebuah persahabatan. Memang tidak ada yang abadi di dunia ini. Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat. Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku saat aku membutuhkannya. “May, menelpon yuk. Wartel buka ,” ujar seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Riae pada ‘sahabat’ku yang lain saat kami di perpustakaan. “Ayo, ayo, ayo!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku.
Mereka langsung pergi tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering dihabiskan bersama.
Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku bergegas keluar dari perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi kesendirianku yang hari demi hari tidak kunjung membaik. Aku selalu merasa tidak punya teman. “Vy, saya numpang ya, ke kasur kamu,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di kasurnya.
Aku menutup wajahku dengan bantal. Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga.
Tidak lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku butuh teman. Aku selalu takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi begitu mengerikan. Apa kesalahanku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu pergi meninggalkanku? Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka ‘menjauhiku’. “Faiy, kamu kenapa sih? Kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga apa apa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tahu nggak ? tadi aku ketemu loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu.
Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai. Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku.
Kurasa semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Jika dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama aku. Padahal aku deket sama dia. Dia yang dulu paling mengerti aku. Sahabat aku,” Silvy curhat padaku tentang Lara yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang dia lebih sering cerita kepadaku. Aku tidak tahu mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian seperti itu dong,” balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau kamu sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita enggak pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita enggak ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku.
Tetapi aku masih sering merasa sendiri. Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku enggak pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku.
Kenapa selama ini aku tidak menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’.
Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Maaf, Faiy. Seharusnya aku sadar. Selama ini kamu yang selalu menemani aku, mendengarkan curhatanku, enggak pernah bosan sama aku. Dan kamu bisa mengingatkan aku ke Dia. Kamu sahabatku. Kenapa aku baru sadar sekarang, saat kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tidak kuasa menahan tangisnya.
Aku merasakan kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa aku enggak pernah sendiri dan ingat lagi padaNya, tidak perlu aku yang mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Enggak apa apa kita pisah. Memangnya kalau pisah, persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku tersenyum. Menyeka sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan kami diberkati Allah. Sahabat itu, terkadang tidak perlu kita cari. Dia yang akan menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan pula tinggalkannya.
Menghitung Hari
orang-orang sukses bahkan orang tuaku sendiri telah berkali-kali
mengatakan padaku. masalah itu seperti ujian. kadang susah kadang mudah.
kadang kita bisa menyelesaikannya dengan baik namun tak jarang pula kita tak
bisa menyelesaikannya. tapi, sesuatu yang mengganjal dalam pikiranku ini
adalah... ujianku yang tinggal di hitung dengan hari.
-------------
"kau berbeda sayang" bunda mengatakan panjang lebar untuk mendeskripsikan diriku. sayang deskripsi yang bunda katakan bukanlah deskripsi yang di ajarkan guru sdku. deskripsi yang bunda katakan mengambil sudut pandang kepribadian yang sebenarnya terangkum pada akhir perkataannya, "kau berbeda sayang."
aku hanya tersenyum. miris. lalu segera beranjak pergi, mengunci
diri dalam kamar. membenamkan kepalaku di dalam tumpukan bantal yang sengaja
aku ambil dari kamar adikku.
aku tak sedang menangis. aku hanya ingin sedikit merenung tentang diriku, tentang masa depanku. yang sebenarnya kurasa masih amat jauh.
aku tak sedang menangis. aku hanya ingin sedikit merenung tentang diriku, tentang masa depanku. yang sebenarnya kurasa masih amat jauh.
sudah tak terhitung sudah berapa kali aku mendesah, menahan gejolak
hati yang memaki-maki diriku sendiri. memaki-maki diriku mengapa aku tak bisa
untuk konsisten, untuk tepat waktu, untuk tekun, untuk rajin.
tak hanya bunda yang resah dengan diriku sendiri. diriku sendiri
pun sebenarnya telah marah pada diriku sendiri.
tuhan, bolehkah aku bertanya apakah aku masih bisa berdiri di masa
yang akan datang nanti?
tuhan apakah aku tak mampu?
tuhan apakah aku tak mampu?
pertanyaan seperti itu kerap menghiasi kepalaku. memenuhinya
sehingga sesuatu yang seharusnya tersimpan dalam memoriku di tolak
mentah-mentah oleh telingaku. terlebih saat rasa aneh itu ikut merambati
hatiku. tak ada satupun gelombang suara yang tertangkap oleh daun telingaku.
RESAHku sudah di ujung tanduk. seseorang disana dengan pesonanya membuat aku buak karena jatuh cinta padanya. aku kadang heran mengapa aku bisa jatuh cinta pada sosok yang tak pernah aku bayangkan dan jauh dari kata sempurna. dia hanya lelaki biasa. aku tau tapi, rasa itu... telah rekat melekat dalam hatiku dan mengalir bersama aliran darahku.
RESAHku sudah di ujung tanduk. seseorang disana dengan pesonanya membuat aku buak karena jatuh cinta padanya. aku kadang heran mengapa aku bisa jatuh cinta pada sosok yang tak pernah aku bayangkan dan jauh dari kata sempurna. dia hanya lelaki biasa. aku tau tapi, rasa itu... telah rekat melekat dalam hatiku dan mengalir bersama aliran darahku.
Satu yang aku pikirkan saat ini karena resahku akan masa depan
indahku, dapatkah aku mengeluarkan semua keresahan, kemalasan, rasa tak mampu
dan sebagian cintaku bersama kotoran yang akan masuk dan bercampur dengan
kotoran keluargaku?!
-------------
aku tau mulai saat ini aku memang sudah harus menghitung hari. hari ini sudah memasuki bulan april. seharusnya tak ada lagi kata malas. terlebih kata gengsi. tapi, pesimisme menjadi musuh utamaku saat ini. yang selalu membuatku terjatuh. namun, helaan nafas prajurit optimisme sempat membelaiku sehingga air mata ini sudah tak terjatuh lagi... tuhan, mulai saat ini hingga seterusnya jadikan aku seseorang yang dapat berdiri tegap berlari memeluk masa depanku.
Jus Melon
Tanganku tersenggol, catatan yang rapi menjadi berantakan. Hari ini
berjalan tidak sesuai harapan. Apa yang aku pikirkan ternyata tidak sesuai
dengan apa yang terjadi barusan. Semuanya membuat keadaannya begitu
membosankan, ingin aku akhiri cepat-cepat pelajaran hari ini. Aku ingin tidur
di ranjangku dan menangis sekencangnya.
Tentu aku tidak bisa melakukannya, karena aku masih harus mencatat
penjelasan Bu Heri. Hanya saja ada tekanan yang menggangu kinerja tanganku
mencatat materi tentang IPA “pencemaran”.Hari ini tidak hanya buruk karena
masalah tadi pagi, tapi juga karena gangguan teman sebangkuku. Benar-benar
polusi sudah mengganggu kehidupan manusia. Yani temanku ini, tidak hanya
menyebabkan polusi suara dengan pertanyaan bodohnya. Tapi juga polusi hati. Ya
Tuhan maafkan kekejamanku, tapi seandainya boleh aku ingin membuang temanku ini
ke tong sampah!“Uh, kamu benar-benar menyempurnakan deritaku hari ini.
Lihat catatanku jadi tergores!” Sebenarnya itu adalah satu alasan
dari sekian alasan besar aku benci sahabatku ini!. Aku mengeluarkan kekesalanku
dengan kualitas yang sama namun kuantitas yang diperkecil. Aku takut dimarahi
bu Heri.“Duh sori sori, ini ku kasi tipe ex! Aku cuma penasaran dengan
rencanamu tadi pagi, gimana hasilnya?” Dia masih saja mempertanyakan hal yang
sama, seperti wartawan. Dia sama sekali tidak melihat tanda-tanda? Aku gak tahu
racun apa yang mencemari otak temanku satu ini? Bisa-bisanya menanyakan sesuatu
yang penting di saat yang genting seperti ini. Seluruh sekolah sudah mengenal
keangkeran Bu Heri.“Buruk, teramat buruk. Aku males cerita itu” Aku harap Yani
cukup ngerti dengan jawabanku itu. Ya, aku ingin mengalihkan pikiranku dari
masalah itu, seandainya aku bisa mengalami amnesia sementara. Aku pasti
membuang jauh-jauh ingatan tentang itu. Tentang Doni Parwita yang menolakku
pagi tadi.“Oke, kapanpun kamu mau aku akan mendengarnya dengan sepenuh hati.
Aku bawa recorder kalo gitu!” Kutu kupret, emang dasar Yani temen yang lugu,
polos dan agak telmi ini. Bisa-bisanya dia mengeluarkan candaan yang gak lucu.
Coba dia bukan temanku, coba dia tidak bisa membantuku pelajaran matematika?
Aku sudah membuangnya jauh-jauh!Semuanya berjalan seperti tayangan sinetron
Indonesia episode ke 1001, ceritanya jadi gak menarik karena menceritakan hal-hal
yang tidak penting. Setelah pelajaran Bu Heri semuanya berjalan seperti itu,
aku memang tidak ingin melewati hari ini.Akhirnya aku sudah berada di kamar
tidurku. Melakukan kegiatan yang ku tunggu-tunggu dari tadi pagi. Aku ingin
menangis sepuasnya. Kertas yang ku pegang ini sudah berbentuk bulat sebesaran
bola pingpong, juga basah karena air mataku. Aku melemparnya jauh-jauh.Bukan
kejadian itu yang aku inginkan, bukan pemandangan itu yang ingin aku lihat.
Lagian bukan rasa ini yang ingin aku rasakan.
Aku terjerambab jatuh dalam kesedihanku. Ku ingin melempar
kesedihan ini semudah ku melempar kertas itu. Betapa bodohnya aku sempat
menulis surat cinta di kertas itu? Otakku di penuhi dengan umpatan, kekecewan,
kemarahan dan penyesalan. Semua suara dari luar sepertinya gak sanggup
menggapai serat-serat neuron di otakku.Semuanya memang tidak penting lagi, yang
penting adalah kesedihanku. Sekilas ku dengar suara, mungkin itu suara ibu,,,,?
“Nak cepet makan, entar bantu Ibu nganterin pesenan nasi kotak ke ibu Dewi,
abis itu bantu ibu cuci baju adikmu, trus bantu ibu ngepel, blab la bla .!“ Ah,
apa peduliku. Aku hanya mau berhenti dan menghilang sejenak dan,,,, dan
,,,,nampaknya aku tertidur”***“
Aku pikir kita akan sering bertemu karena sekarang aku ketua osis
dan kamu sekretarisnya!” Suara itu keluar dengan merdunya, aku teringat
adegan sewaktu Leonardo D Caprio ,menyatakan cintanya kepada Luna Maya di film
Titanic. Namanya Doni Parwita anak kelas 2 IPA1, bagiku dia sempurna untuk
menjadi cowok idamanku. Dia memiliki semua hal untuk dikagumi ganteng, baik dan
yang penting dia kaya. Hehe jujur aku ikut-ikutan di Osis karena ingin deket
dengannya.“Hm iya, mohon kerjasamanya” Sambil menundukkan kepala, karena aku
malu menatap matanya. Semua tingkahku terasa kaku dan dipaksakan. Sebelum
semuanya menjadi tidak karuan sebaiknya aku pergi.“Mmmmm, maaf aku ke kelas
dulu” Segera kulangkahkan kakiku menuju kelas. Ternyata Larasati cewek yang
sangat disegani seluruh koloni SMU Pandawa ini bisa kehilangan muka gara-gara cowok
tinggi, keren, gagah, pinter dan suka menabung. Doni Parwita….Sulit untuk tidak
berkata suka ketika bertemu dengan Doni Parwita, kesatria yang menyamai
reputasi Arjuna dalam cerita-cerita pewayangan. Begitupun aku Larasati Kumala,
cewek yang cantik calon model top. Doni memang pantas mendapatkan aku, sudah
dibayangkan jika kami resmi pacaran seluruh sekolahan bakalan ramai. Seluruh
infotaunmen bakalan sibuk dengan gossip-gosip. Dan duniapun menjadi miliki aku
berdua sama Doni Parwita. Yang lain bakalan ku pindahin ke Mars.
Harusnya aku tidak bersikap sesombong itu. Harapan untuk mendapat
Doni Parwita hanya menjadi harapan kosong. Semenjak pagi sebelum pelajaran Bu
Heri, aku mengetahui isi hati Doni. Bodohnya aku, kenapa selama ini aku merasa
Doni suka padaku.
Ternyata dia menganggupku hanya sebagai teman. Dan kenyataannya
Doni menaruh rasa suka kepada cewek lain!!***He apa aku masih dalam mimpi?
Sungguh sial nasibku, bahkan dalam mimpipun aku masih memikirkan kejadian
tragis itu. Kenapa dunia menjadi gelap? Ternyata aku tidur sampai malam,
badanku terasa sedikit pegel namun hatiku rasanya ringan.
Menangis ternyata obat ampuh untuk menghilangkan ketegangan. Dengan
mandi pasti akan jadi lebih baik.Aku beranjak dari ranjangku, menyalakan lampu.
Tanpa terasa tanganku menyenggol sesuatu.
Ketika lampunya menyala, aku melihat buku warna hijau. Nampaknya
buku harian, dari sahabatku Yani. Kenapa buku itu bisa nyampe ke sini? Apa dia
sempat mampir kesini? Ternyata Yanilah teman yang menjadi penghalangku
mendapatkan Doni.“Buat sahabatku laras, sebelum kamu membuang buku ini. Aku
berdoa semoga kamu sempat melirik halaman ini. Tadi sepulang sekolah kamu pergi
duluan dan itu tak biasa bagiku karena kita selalu pulang bersama. Ternyata aku
bertemu dengan Doni Parwita, sebelum aku sempat bertanya. Dia melakukan sesuatu
yang sulit kuduga, dia menembakku Ti. Aku sangat kagum dengan kesungguhannya
karena waktu tui sekolah masih ramai. Bayangkan cowok sengetop dia bisa
berlutut di depanku menyatakan cintanya. Aku merasa berarti sekali, selama ini
aku merasa bukan siapa-siapa. Tapi saat itu aku merasa lain! Aku merasa
beruntung sekali, sehingga aku merasa sanggup memindahkan manusia ke Mars. Dan
aku bisa berdua dengan Doni Parwita. Tapi dengan bangga aku menyampaikan
ini kepadamu, aku sudah menolak Doni Parwita. Mungkin siapapun pasti setuju itu
tindakan bodoh. Tapi bagiku meninggalkan sahabat jauh lebih bodoh. He, kamu
masih mau berteman dengan cewek yang lugu, polos dan tidak berdosa ini kan?Aku
tunggu jawabanmu besok, aku bawa tape recorder!!”
Gara-gara liontin
“Cit, mau kemana?”“ketoko buku”“kalo gitu, gue pulang duluan
ya!”“sip lah”Hari menegangkan itu dimulai pada hari ini.Hari ini aku harus
menemukan buku yang judulnya sama persis dengan buku perpustakaan yang sudah Ku
hilangkan tempo hari. Buku itu hilang bersamaan dengan hilangnya tasku
distasiun. Sudah beberapa toko buku Aku kunjungi, namun masih belum kutemukan
buku yang judulnya sama persis. Mudah-mudahan Aku bisa mendapatkannya
disini.“rahasia… bin… tang…” kataku sambil meneliti satu per satu judul-judul
buku diantara deretan rak. “Ah, ini dia akhirnya ketemu juga”DORRRAku mendengar
suara tembakan, entah dari mana asal suara itu. Seketika toko ini ramai dengan
teriakan-teriakan para pengunjung.
Dan orang-orang berlarian kesana kemari. Apa yang terjadi, apakah
ada perampokan? Bersamaan dengan ledakan tadi, tak sengaja Aku menjatuhkan
bukunya. Kucari buku itu kebawah lantai, tak ada, kurasa bukunya telah
tertendang oleh orang-orang yang berlarian tadi.“aw” ada yang menarik tanganku.
“hei…!!!” Aku memukul bahu cowok yang masih saja membawaku berlari. Kutolehkan
pandanganku kebelakang. Ada yang mengejar kami. Siapa mereka? Tiga orang pria
berjubah hitam dengan penutup mukanya, terlihat sangat seram dan menakutkan.
Kami terus berlari menyelamatkan diri. Disebuah rumah kecil tak
berpenghuni, kami aman dari kejaran mereka.Hosh… hosh… hosh…“sebenarnya ada apa
sih?” aku bertanya dengan napas tersengal-sengal.“mereka ngincer loe” kata
cowok berseragam putih abu-abu dan sepertinya ia sebaya denganku, “gue perhatiin
dari tadi mereka ngikutin loe terus”Aku masih tak percaya dengan kejadian
ini.“loe punya musuh?” katanya sedikit berbisik.Aku menggelengkan kepala.“punya
barang berharga?”Sekali lagi Aku menggelengkan kepala.“pernah berbuat salah?”
ini pertanyaan ketiganya.“untuk kesalahan yang berakibat fatal kayak gini….
NGGAK”
Aku sedikit ketakutan.Kami terdiam sejenak.“sekarang loe mau
kemana?”“mau pulang, gue takut”Ia mengantarku pulang sampai depan rumah. Nasib
baik masih berpihak pada kami. Komplotan yang tadi mengincarku, kini sudah tak
berkeliaran lagi. Untuk saat ini Aku sudah aman berada dirumah. Sebenarnya apa
yang mereka incar dari diriku?Hari kedua setelah kejadian itu, aku takut untuk
keluar rumah dan pergi sekolah. Tapi hari ini aku ada Ujian. Aku hanya bisa
berdoa agar Allah melindungiku.Kembali aku bertemu dengan cowok yang telah
menyelamatkan nyawaku. Ia menungguku didepan gerbang sekolah.
Ia sengaja menemuiku untuk mengantarku pulang agar kejadian kemarin
tak terulang lagi.“makasih ya” aku menghentikan langkaku.Aku merasa tenang saat
bertemu dengannya.“untuk apa?”“makasih udah mengkhawatirkan keselamatkan gue.
Padahal, loe belum kenal sama gue. Oh ya nama gue Citra” Aku mengulurkan
tangan.Namun balasan uluran tangannya bukanlah bermaksud untuk saling berkenalan,
lagi-lagi ia membawaku berlari “mereka ada disini” katanya.Aku melihat
kebelakang sambil berlari “Ah… mereka mengejar kita”Terlalu lama kami berlari,
Aku sudah lelah. “tunggu…” Aku melepaskan tanganku darinya“ayo cepat!!! Kita
harus cepat!!! Sebentar lagi kita sampai pada tempat yang aman untuk
bersembunyi” kembali ia meraih tanganku dan berlari. Kenapa dia begitu peduli
padaku.Kami telah sampai pada sebuah gedung bertingkat yang sudah lama tidak
dipakai. Namun, tetap saja tiga orang pria berjubah hitam itu masih mengejar
kami.DORRRSebuah peluru tepat mengenainya. Seketika ia jatuh tergeletak tak
berdaya. “hei… bangun, loe harus bangun! Loe harus nolong gue!” Aku
mengguncang-guncangkan badannya. Apa yang harus Aku lakukan, Aku tak bisa
meninggalkannya sendirian disini. Tiga pria berjubah hitam telah ada didepanku
sekarang. Sudah tak ada kesempatan untuk melarikan diri. Jika itu kulakukan,
mereka pasti akan menembakkan pistolnya kembali. Aku sangat takut.“sebenarnya
apa yang kalian inginkan?” teriakku sambil menangis.Salah satu dari merka
mendekatiku dan menarik kerah bajuku dengan kasar. “lepaskan!!” Aku
mendorongnya.“kalau kalian mengincarku, jangan lukai dia” Aku menunjuk cowok
yang tergeletak itu, “dia tidak bersalah”“sayangnya dia nggak keberatan untuk
kami lukai. Kamu tau… dia ada dipihak kami”Aku melihat cowok itu beranjak dari
lantai, “tenang aja gue ngak apa-apa” katanya dengan sinis “gue udah pake baju
anti peluru. Oh ya kenalin gue Jhon” ia mengulurkan tangannya.Segera aku
menepis tangan kotor itu “penghianat!!! Jadi loe sengaja ngajak gue lari
ketempat ini?”Aku kembali menatap tiga pria berjubah hitam itu. Salah satu dari
mereka membuka penutup mukanya.“paman?” Aku heran dan kaget.“mana Ayah
kamu?”“hah…” Aku tertawa sinis, “paman lupa kalau saudara paman sendiri sudah
meninggal? Dan mungkin paman juga lupa kalau Ayah meninggal gara-gara perbuatan
paman? Dasar… saudara nggak tau diri!!!”PLAKK. Ia menamparku “jaga mulut
kamu!”Aku hanya bisa menahan amarahku. Ia sudah menghancurkan keluarga kami. Ia
terlalu jahat untuk dikasihani. Ia terlalu jahat untuk dihormati. Ayah
meninggal karena sangat mengkhawatirkan paman. Beliau rela keluar kota untuk
menyelamatkan paman katika Ayah mendapat kabar bahwa paman akan dipenjara,
padahal saat itu perusahaan sedang membutuhkan bantuan Ayah.
Alhasil,
Ayah mengalami kecelakaan dan nyawanya tak dapat tertolong lagi. Dibalik itu
semua paman menipu Ayah, ia tidak berada diluar kota tetapi ia disini dan
mengambil alih perusahaan Ayah.“mana liontin itu?”“apa?... sekarang paman
mengincar liontin itu, setelah kejadian itu? paman masih mau merebut semua
harta yang bukan milik paman?” Aku mendekati paman “Aku tau paman pasti
mengincar liontin itu untuk mengambil surat wasiat dari kakek dan menguasai
seluruh harta kakek?” Aku menghela napas sejanak “masih belum cukup dengan
harta hasil korupsi yang paman kuasai sekarang?” kali ini rasa takutku sudah
hilang.“jangan banyak bicara kamu, cepat serahkan liontin itu!”“paman
terlambat, keluarga kami sudah menyumbangkan seluruh harta kakek ke panti
asuhan”“bodoh!!!” sekali lagi paman menamparku. Ini tamparannya yang kedua.
Tubuhku oleng dan jatuh.Tamparan ini sudah tak terasa sakit lagi dibandingkan
dengan perlakuan paman sebelumnya. Aku mencoba untuk kembali berdiri dan
menunjukkan kalau Aku bukan seorang yang lemah. Dan Aku menatap sekitar gedung
yang sepi ini, setiap kata yang kami keluarkan menggema.“paman yang bodoh, rela
melakukan ini semua hanya gara-gara harta” Aku berteriak sekencang mungkin.
Kedua pria berjubah hitam dibelakangnya mengulurkan pistol kearahku. “dan paman
melupakan satu hal, lokasi disini dekat sekali dengan kantor polisi, Citra
yakin sebentar lagi polisi akan datang karena mendengar tembakan tadi”Cowok
yang berada disampingku segera mengangkat kakinya dan berlari. “Maaf, saya
harus pergi, tugas saya sudah selesai”, sepertinya ia khawatir kalau polisi
akan menangkapnya. “sialan!!!”Nguing… nguing… nguing…Sukses. Polisi datang
tepat pada waktunya.
Dipayungi Dewi Fortuna
sebelum membaca cerpen ini dianjurkan dulu membaca : Melawan Bye
Malam ini kondisi ruangan balai kampung bertambah sesak,jumlah
penonton mengalami gafik peningkatan yang cukup signifikan.Space yang memang
eksistensinya disediakan untuk menampung pesan sponsor pun jumlahnya juga
bertambah.Malam ini ada tambahan sponsor berkonten kata-kata provokatif yang
ditujukan kepada audiensi untuk membeli Mie Ayam di warungnya Pak
Topo,kata-kata substil dari sebuah sebuah LSM untuk menghindari penyakit
Acquired immunodeficiency syndrome yang salah satunya dengan menjauhi aktivitas
gonta-ganti pasangan atau pakai kondom,dan ajakan dari salah satu instansi
kepada warga kampung Kacang Panjang untuk menjauhi poligami dan kawin
dini.
Para peserta turnamen badminton telah bersiap-siaga di pinggir
lapangan termasuk juga aku.Mas Haris terlihat berulang kali menarik nafas
panjang,tampaknya dia dicekam perasaan grogi akut.Menurutku sangat wajarlah
bila Mas Haris dihinggapi perasaan seperti itu karena malam ini lawan yang
harus dihadapinya adalah Mas Anto,yang notabene adalah unggulan pertama di
pertandingan ini.Mungkin hanya faktor keajaibanlah yang membuatnya mampu
mengalahkan Mas Anto.
Sejujurnya perasaanku pun sebenarnya idem dengan apa yang dirasakan
oleh Mas Haris.Lawan yang harus kuhadapi malam ini bukanlah orang sembarangan
di cabang olah raga ini.Jika dibuat kalkulatif-matematis secara kualitas
kemampuan Kang Robert itu 3 tingkat di atas skill Mas Haris,dan kemampuan Mas
Haris setingkat berada di atasku jadi secara logis aku dipastikan akan dibuat
bulan-bulanan oleh Kang Robert.Sebenarnya yang kutakutkan bukanlah kekalahanku
karena semua orang pasti maklum dengan kekalahnku,tetapi terkuaknya
kegobloganku di cabang olah raga ini.Apa kata orang ketika melihatku ternyata
sama sekali tak becus bermain bulu tangkis padahal saat berkomentar seperti
paling pintar saja.Aku menyesal sendiri kenapa aku saat kecil sudah
terburu-buru melontarkan statemen tak berbakat bulu tangkis hanya karena terkena
enthong di kepala saat minta raket kepada emak.Andaikan aku lebih kreatif
sedikit yaitu umpamanya menjadi gebugan kasur emakku sebagai raket tentu aku
masih punya kemampuan sedikit-sedikit di cabang olah raga ini,tapi sekali lagi
sapi sudah jadi semur.Oleh karena itu kawan kalian jangan pernah terburu-buru
bertindak dan mengeluarkan statemen karena bisa menyesal di belakang harinya.
Di bangku penonton tak kulihat anak istri Mas Haris hadir di
sana.Padahal kemarin malam kulihat mereka sekeluarga hadir untuk memberi suport
kepada Mas Haris.Kemarin mereka sekeluarga tampak atraktif sekali dalam
memberikan dukungan kepada Mas Haris.Istri Mas Hari sambil menggendong si ragil
dengan semangat 45 menggebug-gebug jerigen wadah minyak tanah,Johni Paino anak
mbarep Mas Haris yang duduk di bangku sekolah dasar kelas 2 Sekolah Dasar
menepuk-nepuk tangannya sambil meneriakkan nama ayah dengan lantang,anak ke dua
Mas Haris si Zulkifli yang masih duduk di bangku Tk hanya meloncat-loncat
sambil memanggil-manggil nama bapaknya,dan putrinya
terbontot,Sulastri,yang berada di gendongan ibunya menangis keras-keras karena
takut dengan suara jerigen yang digebug.Tampaknya mereka sekeluarga sudah
sepakat tak menonton aksi Mas Haris malam ini karena tak tega melihat Mas Haris
dijadikan bulan-bulanan Mas Anto. Pertandingan pertama antara Mas Anto
dan Mas Haris pun di mulai.Mas Haris mengeluarkan segala tehnik dan kemampuan
yang dia punyai untuk mengimbangi permainan Mas Anto tetapi semua itu sia-sia
belaka karena endingnya dia terkapar juga dengan
tragis.
Pertandingan malam hari ini berlangsung sesuai perkiraan semua
orang,berjalan dengan timpang.Mas Haris habis dijadikan bulan-bulanan oleh Mas
Anto.Selama pertandingan Mas Haris lebih sering memungut bola di lapangannya sendiri
daripada memainkan raketnya.Dia tak diberi sedikit pun kesempatan oleh Mas Anto
untuk mengembangkan permainannya,dan ending pertandingan ini pun bisa ditebak
,Mas Haris kalah telak dari Mas Anto 2 set langsung,bahkan durasinya tak sampai
memakan waktu 20 menit.
Menginjak pertandingan ke dua gemuruh sorai penonton semakin
membahana apalagi ketika sang MC memanggil namaku,keadaan menjadi semakin gila
saja.Setelah namaku tuntas dikumandangkan aku pun melangkah ke tengah arena
permainan.Gelak tawa penonton pecah tak karua-karuan ketika melihatku masuk ke
lapangan mengenakan kaos badminton yang kedodoran.Beginilah kawan efek
sampingnya mengenakan kaos pinjaman,apalagi bila kita pinjam kaos pada orang
yang badannya 3 X lebih besar daripada ukuran badan kita,aku tampak seperti
mengenakan dress.
Penonton tampaknya sudah yakin bahwa aku akan dikalahkan Kang
Robert dengan mudah,semudah Mas Anto mengakhiri perlawanan Mas Haris.Saat ini
topik pembicaraan mereka bukan lagi seputar siapa pemenang pada pertandingan
kali ini,tetapi sudah melompat ke babak final antara Kang Robert dan Mas
Anto.Bagi mereka pertandingan pada malam ini secara kasat mata sudah dapat
diketahui siapa pemenangnya,yang pasti menurut prediksi mereka pemenangnya
bukanlah aku.
Aku melakukan gerakan pemanasan,dan setiap aku melakukan gerakan
ringan terdengar gemuruh suara penonton yang meneriakiku,tetapi aku acuhkan
saja mereka aku tetap konsentrasi dengan aktivitasku.Anjing menggonggong
kafilah berlalu.
Setelah aku telah dalam
kondisi siap siaga di lapangan maka sang MC pun memanggil nama Mas Robert
lewat mic dengan penuh semangat dan disambut dengan gegap gempita suara
penonton.Penonton tak henti-hentinya memanggil dan mengelu-elukan nama Kang
Robert.Setelah kulirik ternyata mereka adalah masa bayaran yang disewa panitia
sekedar untuk memeriahkan acara sebagaimana yang dilakukan acara-acara talk
show di televisi-televisi.Kadang aku sepet juga dengan kehebohan yang mereka (
masa bayaran ) buat karena kadang kesannya terlalu lebay - dalam istilah
gaulnya.
Tetapi panggilan sang Mc tak direspon oleh Kang Robert,karena
dia tak segera menampakkan batang hidungnya.Sang MC mengulangi panggilannya
kembali tetapi Kang Robert tetap tak kunjung nongol-nongol juga.Masa bayaran mulai
terdiam tak lagi bersorak dan berteriak.
Kemana gerangan Kang Robert,mungkinkah dia sedang bersembunyi di
salah satu sudut ruangan ini lalu ketika penonton sudah putus asa dan aku sudah
merasa diatas angin tiba-tiba dia muncul untuk memberi surprise kepada penonton
dan memberi efek down kepadaku.Kataku dalam hati.
Tiba-tiba keadaan menjadi
gaduh riuh rendah.Para penonton heboh sendiri dan saling bertanya seputar
keberadaan Kang Robert,kemanakah gerangan dia ? Setelah agak lama menunggu
dalam ketidak pastian muncullah seorang anak kecil berkulit putih.Dia mengaku
sebagai utusannya Kang Robert.
Anak kecil ini mengatakan bahwa Kang Robert,yang notabene adalah
bapaknya,sekarang lagi terkapar di atas ranjang karena sakit typusnya
kumat.Penonton pun kecewa berat dengan kabar yang dibawa oleh anak
ini.
Penonton pulang kerumah dengan kecewa karena prediksi mereka
meleset.Aku yang seharusnya sudah terhenti di fase ini ternyata malah mampu
melaju ke babak final dengan sukses,tanpa sedikit pun mengeluarkan setetes
keringat.Sekali lagi keberuntungan menyelimutiku.
Mas Anto tersenyum simpul membayangkan mini compo yang pasti akan
menjadi miliknya.Dengan gugurnya Kang Robert di babak semi final berarti
peluang untuk menggondol Mini Compo semakin menganga lebar,karena lawan yang
akan dihadapinya di babak final adalah aku.
Dalam
jumpa pers Mas Anto mengatakan akan menghabisiku dengan segera karena dia sudah
tak sabar ingin membawa pulang Mini Compo itu.Mendengar pernyataan Mas Anto itu
aku merasa diintimidasi,aku menjadi ciut nya
ANTARA SAHABAT DAN CINTA PERTAMA
"Apa kau yakin ingin meninggalkan London ?"tanya gadis cantik itu,
rambut lurusnya diikat dua, mata hijaunya berbinar-binar, kulit putihnya
sedikit terlihat kemerah-merahan.
"Aku yakin, aku akan pergi ke Jepang, tempat asalku dilahirkan"jawab gadis Jepang itu yakin, gadis itu berambut panjang gelombong coklat muda diikat satu, mata birunya sedikit berbinar.
"Baiklah Megumi, aku harap lain kali kau akan mampir ke London"kata gadis itu sedikit sedih.
"Ya Emily, aku pasti akan mampir kembali dan menghampirimu !"kata Megumi meyakinkan.
"Selamat tinggal Megumi"kata Emily sambil melambaikan tangannya, Megumi pun menaiki pesawat yang akan membawanya ke negeri Sakura.Selama diperjalanan Megumi hanya meneteskan air mata, mengingat sahabat terbaiknya selalu menunggu kehadirannya.
"Emily, aku janji akan kembali"kata Megumi dalam hati sambil meneteskan air mata.
Sesampai di Jepang, Megumi pun mencari kedua orang tuanya, gadis berumur 16 tahun itu mencari kedua orang tuanya, Megumi pun menemukan mereka, kedua orang tuanya sekarang sudah terlihat tua, setelah selama 4 tahun tidak bertemu orang tuanya, Megumi bersekolah di London bersama Tante dan Omnya.Megumi pun memeluk orang tuanya.
"Mama, Papa.Megumi rindu pada kalian"kata Megumi meneteskan air mata rindu.
"Kami juga merindukanmu nak"kata Mama yang juga menitikkan air mata haru.Megumi pun pulang ke rumah yang selalu ia rindukan.Di rumah sudah ada Nana, adik tersayangnya yang masih berusia 10 tahun, Megumi pun memeluk adik tersayangnya.
"Shimai, Nana rindu sekali sama Shimai"kata Nana senang melihat kakaknya sudah pulang.
"Shimai juga rindu padamu Nana"kata Megumi.Megumi pun menuju kamar tidurnya, tidak ada perubahan dengan kamarnya saat berusia 12 tahun.Dinding berwarna kuning itu masih dihiasi beberapa lukisan karya Megumi, dan sebuah jam dinding hijau kesayangan Megumi, bed cover hijau polkadot putih itu masih dihiasi sebuah boneka beruang kesayangan Megumi saat kecil, lemari kayu, meja rias putih, dan sebuah meja berukuran sdang masih terletak rapi di kamar itu, Megumi pun merebahkan diri di bed cover itu sambil memeluk boneka beruangnya, tiba-tiba handphonenya berdering, tertera sebuah pesan telah berada di kontak handphone tersebut, Megumi pun membaca pesan itu,
" Megumi bagaimana perjalananmu ? Apakah berjalan lancar ? Aku harap begitu.Adikku, Eiji menangis terus karena tau kau pergi jauh dari London.Aku masih menunggumu sahabatku..."
Megumi pun membalas pesan itu,
" Perjalananku berjalan lancar, oh iya titipkan salamku untuk keluargamu terutama Eiji.Aku rindu pada adik kecilmu itu, aku rindu tawa Eiji.Aku pasti akan kembali ke London, tunggu aku ya"
Megumi pun mengirim pesan itu.Megumi pun mulai menutup matanya.
Sinar mentari membangunkan gadis cantik yang sedang terlelap lelah setelah menempuh perjalanan jauh, Megumi pun bergegas membersihkan diri, tidak begitu lama Megumi pun selsai berbersih diri, ia pun duduk di meja riasnya, Megumi mengoleskan bedak, dan blush di wajah putihnya, sedikit lipsgloss teroles rapi di bibirnya.Rambut gelombangnya digulung dua.Selesai berdandan, Megumi pun menuruni tangga dan menuju ruang makan, di meja makan tersebut sudah tersedia semangkuk mie khas Jepang, dan teh hijau khusus untuk Megumi.Megumi pun menyantap sarapan tersebut,
"Shimai kapan mulai sekolah kembali ?"tanya Nana dengan suara imutnya.Megumi pun menelan mienya,
"Mungkin menunggu sampai sekolah Shimai membuka peserta didik baru"jawab Megumi.
"Hm..Mama..Mama, Shimai akan bersekolah dimana ?"tanya Nana lugu kepada Mama.
"Megumi akan bersekolah di High School Saiensu"jawab Mama kepada putri keduanya.Megumi pun selesai memakan sarapannya, ia pun menuju kamarnya,
"Hm..Mungkin aku harus berjalan-jalan keluar rumah untuk menghirp udara segar"kata Megumi, lalu mengambil jaket putihnya, lalu turun menuju pintu.
"Megumi, kau mau kemana ?"tanya Mama.
"Aku mau menghirup udara segar Ma"jawab Megumi sambil membuka gagang pintu.
"Hati-hati ya nak !"kata Mama.Megumi pun mulai berjalan-jalan, ia pun duduk di bangku Taman
Bunga Sakura.Tiba-tiba ada seseorang yang tak sengaja menumpakkan air mineralnya dijaket
Megumi.
"Ah..Maaf"kata seorang laki-laki kepada Megumi, laki-laki itu tampan, rambutnya berwarna coklat muda, mata hitamnya terlihat ada penyesalan.
"Tak apa"jawab Megumi, pipi Megumi bersemu merah, sepertinya ia menemukan cinta pertamanya.
"Siapa namamu ?"tanya laki-laki itu.
"Namaku Megumi Natsuko, kamu dapat memanggilku Megumi"jawab Megumi, pipinya masih
bersemu meah.
"Namaku Katashi Masuo, kamu dapat memanggilku Katashi"kata Katashi ramah.
"Kamu masih bersekolah ? Lalu sekolahmu dimana ?"tanya Megumi memberanikan diri.
"Aku masih sekolah di High School Saiensu"jawab Katashi.
"Aku juga akan masuk HSS loh"kata Megumi.
"Yang benar ? Kau akan jadi murid baru ya di kelas 10, berarti kau harus memanggilku Ani dong
hahahaha"canda Katashi.
"Enak saja, aku akan masuk kelas 11"jawab Megumi.
"Semoga kau sekelas denganku, eh sudah dulu ya.Aku ada janji dengan sahabatku, sampai bertemu di HSS"kata Katashi sambil melangkah pergi.Megumi juga bergegas pulang, sesampai di rumah, Nana menyambut Shimainya.Megumi pun menuju kamarnya,
"Aku tak sabar menunggu saat aku masuk HSS"kata Megumi dalam hati, Megumi tidur lelap di
bed covernya...
"Aku yakin, aku akan pergi ke Jepang, tempat asalku dilahirkan"jawab gadis Jepang itu yakin, gadis itu berambut panjang gelombong coklat muda diikat satu, mata birunya sedikit berbinar.
"Baiklah Megumi, aku harap lain kali kau akan mampir ke London"kata gadis itu sedikit sedih.
"Ya Emily, aku pasti akan mampir kembali dan menghampirimu !"kata Megumi meyakinkan.
"Selamat tinggal Megumi"kata Emily sambil melambaikan tangannya, Megumi pun menaiki pesawat yang akan membawanya ke negeri Sakura.Selama diperjalanan Megumi hanya meneteskan air mata, mengingat sahabat terbaiknya selalu menunggu kehadirannya.
"Emily, aku janji akan kembali"kata Megumi dalam hati sambil meneteskan air mata.
Sesampai di Jepang, Megumi pun mencari kedua orang tuanya, gadis berumur 16 tahun itu mencari kedua orang tuanya, Megumi pun menemukan mereka, kedua orang tuanya sekarang sudah terlihat tua, setelah selama 4 tahun tidak bertemu orang tuanya, Megumi bersekolah di London bersama Tante dan Omnya.Megumi pun memeluk orang tuanya.
"Mama, Papa.Megumi rindu pada kalian"kata Megumi meneteskan air mata rindu.
"Kami juga merindukanmu nak"kata Mama yang juga menitikkan air mata haru.Megumi pun pulang ke rumah yang selalu ia rindukan.Di rumah sudah ada Nana, adik tersayangnya yang masih berusia 10 tahun, Megumi pun memeluk adik tersayangnya.
"Shimai, Nana rindu sekali sama Shimai"kata Nana senang melihat kakaknya sudah pulang.
"Shimai juga rindu padamu Nana"kata Megumi.Megumi pun menuju kamar tidurnya, tidak ada perubahan dengan kamarnya saat berusia 12 tahun.Dinding berwarna kuning itu masih dihiasi beberapa lukisan karya Megumi, dan sebuah jam dinding hijau kesayangan Megumi, bed cover hijau polkadot putih itu masih dihiasi sebuah boneka beruang kesayangan Megumi saat kecil, lemari kayu, meja rias putih, dan sebuah meja berukuran sdang masih terletak rapi di kamar itu, Megumi pun merebahkan diri di bed cover itu sambil memeluk boneka beruangnya, tiba-tiba handphonenya berdering, tertera sebuah pesan telah berada di kontak handphone tersebut, Megumi pun membaca pesan itu,
" Megumi bagaimana perjalananmu ? Apakah berjalan lancar ? Aku harap begitu.Adikku, Eiji menangis terus karena tau kau pergi jauh dari London.Aku masih menunggumu sahabatku..."
Megumi pun membalas pesan itu,
" Perjalananku berjalan lancar, oh iya titipkan salamku untuk keluargamu terutama Eiji.Aku rindu pada adik kecilmu itu, aku rindu tawa Eiji.Aku pasti akan kembali ke London, tunggu aku ya"
Megumi pun mengirim pesan itu.Megumi pun mulai menutup matanya.
Sinar mentari membangunkan gadis cantik yang sedang terlelap lelah setelah menempuh perjalanan jauh, Megumi pun bergegas membersihkan diri, tidak begitu lama Megumi pun selsai berbersih diri, ia pun duduk di meja riasnya, Megumi mengoleskan bedak, dan blush di wajah putihnya, sedikit lipsgloss teroles rapi di bibirnya.Rambut gelombangnya digulung dua.Selesai berdandan, Megumi pun menuruni tangga dan menuju ruang makan, di meja makan tersebut sudah tersedia semangkuk mie khas Jepang, dan teh hijau khusus untuk Megumi.Megumi pun menyantap sarapan tersebut,
"Shimai kapan mulai sekolah kembali ?"tanya Nana dengan suara imutnya.Megumi pun menelan mienya,
"Mungkin menunggu sampai sekolah Shimai membuka peserta didik baru"jawab Megumi.
"Hm..Mama..Mama, Shimai akan bersekolah dimana ?"tanya Nana lugu kepada Mama.
"Megumi akan bersekolah di High School Saiensu"jawab Mama kepada putri keduanya.Megumi pun selesai memakan sarapannya, ia pun menuju kamarnya,
"Hm..Mungkin aku harus berjalan-jalan keluar rumah untuk menghirp udara segar"kata Megumi, lalu mengambil jaket putihnya, lalu turun menuju pintu.
"Megumi, kau mau kemana ?"tanya Mama.
"Aku mau menghirup udara segar Ma"jawab Megumi sambil membuka gagang pintu.
"Hati-hati ya nak !"kata Mama.Megumi pun mulai berjalan-jalan, ia pun duduk di bangku Taman
Bunga Sakura.Tiba-tiba ada seseorang yang tak sengaja menumpakkan air mineralnya dijaket
Megumi.
"Ah..Maaf"kata seorang laki-laki kepada Megumi, laki-laki itu tampan, rambutnya berwarna coklat muda, mata hitamnya terlihat ada penyesalan.
"Tak apa"jawab Megumi, pipi Megumi bersemu merah, sepertinya ia menemukan cinta pertamanya.
"Siapa namamu ?"tanya laki-laki itu.
"Namaku Megumi Natsuko, kamu dapat memanggilku Megumi"jawab Megumi, pipinya masih
bersemu meah.
"Namaku Katashi Masuo, kamu dapat memanggilku Katashi"kata Katashi ramah.
"Kamu masih bersekolah ? Lalu sekolahmu dimana ?"tanya Megumi memberanikan diri.
"Aku masih sekolah di High School Saiensu"jawab Katashi.
"Aku juga akan masuk HSS loh"kata Megumi.
"Yang benar ? Kau akan jadi murid baru ya di kelas 10, berarti kau harus memanggilku Ani dong
hahahaha"canda Katashi.
"Enak saja, aku akan masuk kelas 11"jawab Megumi.
"Semoga kau sekelas denganku, eh sudah dulu ya.Aku ada janji dengan sahabatku, sampai bertemu di HSS"kata Katashi sambil melangkah pergi.Megumi juga bergegas pulang, sesampai di rumah, Nana menyambut Shimainya.Megumi pun menuju kamarnya,
"Aku tak sabar menunggu saat aku masuk HSS"kata Megumi dalam hati, Megumi tidur lelap di
bed covernya...
AKU CINTA SAHABATKU
Angin sore menerpa wajahku yang
sedang asyik-asyiknya melamunkan hal yang ga tau kenapa bisa aku
lamunin. Hal ini tuh udah bikin aku galau belakangan ini. Ya, apa lagi
kalau bukan jatuh cinta. Jatuh cinta udah ngebuat aku kaya orang bego.
Tiap kali aku makan, wajah dia
tuh selalu muncul, ngebayang-bayangin tiap langkah aku ke sekolah, dia
tuh bagaikan bintang untukku, slalu nemenin tokoh 'aku' dalam mimpi aku.
Sebenernya sih dia tuh temen chattingan facebook aku, dia tuh slalu ada
kalau aku lagi sedih, ada masalah, juga kalau aku seneng, dia slalu ada
buat jadi tempat berbagi kesenangan.
"Braakkkk!" suara itu kedengaran
amat menyeramkan, dan setelah kusadari, ternyata aku terjatuh dari
ayunan yang sedang kunaiki. Ya ampun, aku ngelamunin dia lagi... Apa
yang terjadi sama aku? Masa aku baru aja ngelakuin hal bego kaya gitu?
Hal yang mungkin ngebuat orang lain ngakak di atas penderitaanku.
"Awww.... Sakit banget kaki
aku..." sebenarnya aku tau di taman ini ga ada orang lain selain aku,
tapi kok aku ngerasa ada suara ketawa yang kejam? Hiiyyy,
jangan-jangan.......
"Huaaaa", aku berteriak kencang
saking kagetnya. Baru kali ini aku denger suara hantu, ternyata suaranya
tuh kaya manusia banget yah.
"Ya ampunnn, ini Kayla? Ahaha,
aku ngga nyangka banget bisa ketemu kamu di sini, Kay", kata suara itu.
Haaaaa..... Salah apa aku bisa ketemu hantu di sore hari yang indah ini,
ternyata hantu itu serba tau yaaa, masa dia juga tau nama aku, terus ya
iya dia seneng bisa ketemu manusia bernama Kayla ini di taman terus
nakut-nakutin dia, sementara aku...?
'Tuhan tolongin aku Tuhan, bawa
aku ke tempat yang aman, ke atas pohon boleh deh, asal aku ga usah
ngeliat ni hantu gitu, ngga usah tatap muka sama diaaa.... Aku takut
hantu....', doaku dalam hati. Tapi kayanya itu cuma jadi mimpi soalnya
aku masih di bawah pohon, di deket ayunan kuning ini.... Suara langkah
kaki itu semakin deket lagi...
"aaaaaaa, jangan bunuh aku, mas
hantu, aku masih belom punya pacar, masih banyak dosa sama mama sama
papa... Pleaseee dong mas hantu, biarin aku hiduppp", teriakku
sejadi-jadinya. "Hahahahaha Kaylaa-Kaylaa... Kamu tuh yaa ngga di dunia
asli, ngga di chat, sama aja: PENAKUT! Hahaha, ini aku, Mike..." kata
suara itu... 'Mike siapa' kataku dalam hati.... 'Mike??? Hah, cowo itu?
yang sedari tadi aku pikirin? Cowo yang ngebuat aku jatuh memalukan dari
ayunan? hahaha, ngga mungkin ah', kataku sembari membalikkan tubuhku ke
arah suara itu berasal. Hwaaa, wajah itu membuat hatiku bergetar
hebat.
Ternyata itu beneran Mike ya
Tuhan! Seketika lidahku tak bisa berkata-kata, 'kenapa lidahku kelu
tiap kau panggil aku', gitu kalo kata sm*sh! aduh apa apan aku ini, di
saat seperti ini aku masih bisa mikirin boyband asal Bandung favoritku
itu... kembali lagi dong ke dunia nyata. "Hah, kamu beneran Mike?"
kataku, memandang wajah dia yang berdiri di sebelahku sambil mengulurkan
tangan, membantuku berdiri.
"Ya iyalah emang kamu mikir aku
ini hantu yang tau nama kamu? Hahaha", kata Mike seolah dapat membaca
pikiranku. "Hehehe, ya kirain sih", kataku, menyambut uluan tangannya.
Baru kali ini aku melihat wajah aslinya, ternyata lebih cakep dari
fotonya, ngebuat hati aku cenat cenut.
Kami mengobrol banyak di taman
sambil menikmati matahari yang dengan malu-malu ke tempat asalnya. Senja
itu, aku benar-benar ngerasain apa yang namanya indahnya jatuh cinta.
Setelah mengobrol begitu lamanya, kami berpamitan, oiyah sekarang aku
tau, dia pindah ke blok sebelah rumah aku. Aku jadi tetanggaan sama dia,
senangnya :D. Kami lalu pergi ke rumah Mike untuk Mike kenalkan sama
keluarganya yang sering dia ceritakan di chat ym ke aku.
Mike pindah dari Jakarta ke
Bandung, katanya sih papanya tugas kerja di Bandung. Dia tinggal sama
keluarganya, yang barusan dia kenalin ke aku, Oom Anwar, Tante Rosa, dan
adik perempuannya yang cantik, Mary. Mike sekolah di sekolah yang beda
sama aku. Hari-hari berikutnya kujalani dengan senyuman yang menghiasi
wajaku, menganggap bahwa semua hal buruk di dunia ini takkan berarti
apa-apa bagiku, asal aku bisa liat wajah dia, wajah Mike setiap hari...
Sekarang Mike sudah menjadi
sahabatku yang selalu ada di sampingku tiap aku ada masalah, dia selalu
ngehibur aku.Semuanya jadi indah, sampai pada suatu hari, dia cerita ke
aku tentang seorang cewe yang udah ngebuat hati aku sedih. Mike suka
sama cewe itu, dan akhirnya setelah 3 bulan PDKT atau pendekatan, mereka
jadian.
Aku ngga kuat kalo harus terus
begini, aku harus ngomong sama Mike tentang perasaanku sebenarnya,
sebelum aku dibuat gila sama perasaan cinta sama sahabat sendiri.
Bahkan, sebelum kami sahabatan, cuma sebagai temen di dunia lain selain
dunia nyata, yaitu dunia maya, yang ga pernah tatap muka sebelumnya, aku
udah suka sama dia... Ya, kalo perasaan ini terus-menerus dipupuk kaya
gini, apalagi dengan sikap baik bangetnya itu, sikap perhatian itu, aku
ngga mungkin ngga cinta sama dia... Rasa cinta ini terus menerus tumbuh,
semakin besar dan semakin besar. Kalau aku ngga ngomong, bukannya aku
seneng, tapi malah tersiksa sama perasaan ini. Sampai pada suatu sore
yang cerah, saat kami sedang ngobrol di taman kompleks sambil menatap
awan yang terus menerus bergerak, aku menceritakan semua tentang isi
hatiku, apa yang aku rasakan sama dia, dari kapan perasaan itu muncul,
dan berbagai macam kalimat lain yang gatau kenapa langsung meluncur dari
lidahku. Aku juga heran kenapa dia ngga kaget sama apa yang aku
katakan.
Dia tetap tersenyum manis sambil
mendengarkan aku bicara tentang perasaan terlarang ini. Setelah selesai
semua beban di hatiku ini. "Mike, kok kamu malah senyum-senyum sih?
Emang sih ceritaku tuh novel banget, tapi harus kamu tau, ini tuh
kejadian sebenernya!", kataku.
"Ngga kok, Kay, aku seneng kamu
mau jujur sama aku, aku seneng kamu mau jadi the one yang mau tulus
cinta sama aku... Ehm, sebenernya aku malu banget ngomong ini
sebenernya. Aku juga suka sama kamu, Kay. Dari kita ketemu di chat ym,
aku juga udah suka sama kamu, aku berusaha supaya jadi yang terbaik buat
kamu. Tapi aku udah putus harapan, soalnya kamu tuh ngga ngasih respon
ke aku", jelas Mike.
"Hah? Kalau kamu juga suka sama
aku, kenapa kamu jadian sama Lila? Kenapa kamu malah ngebuat hati aku
tambah sakit, Mike setelah aku tau kejadian yang sebenarnya."
"Sebenernya, Lila yang aku
ceritain ke kamu itu, dia adik aku, aku cuma mau tau, apa kamu cemburu
sama Lila atau ngga. Ternyata kamu cemburu yah, hehehe", canda Mike,
tapi aku kira ini janggal dan ngga lucu! "Mike, bukannya adik kamu
namanya Mary? Kok kamu ganti jadi Lila sih?", tanyaku penasaran.
"Yah,
namanya kan Delila Mary Wijaya, nama belakangnya sama kaya aku: Michael
Stefan Wijaya. Hehehe, maaf banget kalau aku udah bohongin kamu,
Kayla."
Mike membuat aku yang tadinya kesal bercampur senang merasa sedikit tenang.
"Jadi?" kata Mike. "Jadi, apa
aku boleh jadi cowo yang bisa ngelindungin kamu, Kay?", sederhana, tapi
udah buat aku melambung tinggi, bagai terbang di atas awan.
"Aku mau, Mike jadi cewe yang
bisa ngertiin kamu", jawabku sambil tersenyum. Kami baru saja jadian dan
aku sangat senang akan hal itu. Menikmati senja di dekat ayunan
tempatku pertama bertemu dengan Mike, dengan suasana yang sama: langit
senja berwarna merah keunguan membuat hatiku tentram. Ternyata, sahabat
juga bisa jadi cinta.
Arti Sebuah Senyuman
Hujan
turun begitu deras saat bunda pergi kedalam pelukan-Nya. Air mata tak
bisa berhenti mengalir seperti hujan yang tak henti jatuh , saat kulihat
wajah bunda yang tersenyum damai. Aku terus menatap mata bunda, mata
yang selalu membuat diri ini tersenyum, tapi senyuman ku sekarang
terkunci rapat. Hanya tangisan dan teriakan yang menyebut “BUNDA”.
Seseorang yang tak a sing lagi datang menghampiriku seseorang yang dulu
menggoreskan luka dihatiku dan yang lebih menyakitkan dihati bunda.
Seseoranng itu adalah Ayahku sendiri yang meninggalkan kami disaat bunda
sedang sakit gara-gara wanita yang membuatnya buta. Aku tak ingin dia
menatap wajah bunda yang begitu suci tak ingin wajah bunda yang begitu
damai bertemu dengan lelaki seperti dia yang telah membuat bunda semakin
parah penyakitnya dan sampai bunda dibawa oleh yang di atas.
“pergi kamu jangan dekati bundaku”teriakku menghalangi tubuh bunda yang sudah kaku.
“tasya maafkan ayah ”dia berusaha memelukku tapi aku melepaskan pelukan itu
“ayah? ”aku tertawa kecut
“ayahku
sudah mati, mati karena wanita lain sekarang aku anak yatim piatu. Anda
puas”aku membentak dengan tangisan yang tak bisa dibendung.
“tasya sudahlah biarkan ayahmu melihat bundamu”ujar bibiku.
“tasya tak rela kalau orang ini
melihat wajah bunda yang begitu damai, tasya tak mau bunda menangis
bibi ”aku semakin menangis. Tubuhku lemas, dan “BRUGGG” tubuh lemahku
terjatuh pingsan.
Aku melihat
bunda begitu sehat tersenyum indah padaku memakai baju putih yang indah
disebuah padang ruput yang hijau, aku berlari dengan senyuman. Tapi
bunda semakin menjauh, aku mulai gelisah dan terus berlari tapi bunda
terus menjauh aku mulai menangis dan aku terbangun , itu hanya mimpi. .
“tasya. . . kamu sudah sadar”Tanya bibiku
“bunda dimana?”tanyaku pada bibi. Dia memelukku dengan tangisannya
“tasya
ibumu sudah dimakamkan, tasya kamu harus kuat dalam menjalani cobaan
hidupmu. Bibi yakin kamu pasti bisa melewati ini semua”Bibi menangis
membasahi bajuku. Aku tterdiam sekarang aku sendiri bunda sudah ada
dalam pelukan-Nya. Maaf bunda Tasya tak bisa mengantar bunda . aku
menangis bersama pelukan Bibi.
***
Sudah
seminggu setelah bunda pergi, aku menjadi pendiam tak ada senyuman lagi
dimulutku ini, tak ada keceriaan yang tampak diwajahku yang ada hanya
kesedihan. Di sekolah aku menjadi penyendiri walau sahabat-sahabatku
selalu menyemangatiku tapi itu tak bisa merubah segalanya.
“Tasya
kamu mau ikut aku ketemu dengan Nugi, dia bawa temannya yang menurutku
dia baik. Ayolah Sya ikut aku ya” ujar temanku yang menarik-narik
tanganku.
Aku menghela napas “hah”.
“maaf Nita aku gag bisa, aku lagi gag mood”ujarku dengan wajah murung
Dia menarik tanganku.
“pokoknya kamu harus ikut, mereka nunggu kita di taman ” Nita memaksaku ikut , ya apa boleh buat aku pun mengikuti keinginannya.
Kita sudah sampai ditaman di tengah sekolah kami.
Terlihat dua orang pria yang tersenyum pada kita. Ku lihat Nita sangat senang bertemu sang pujaannya.
“hay maaf ya lama nunggunya”.
“kenalin ini temanku Tasya imutkan ?”
Mereka tersenyum
“hay aku Nugi pacar Nita”senyumnya sambil memberikan tangannya padaku
“tasya”ujarku yang tersenyum terpaksa
“aku Yudis temanya Nita dan Nugi”senyumnya yang juga memberikan tanganya
“tasya”kami
pun bersalaman. Aku seperti orang bodoh berada ditengah tengah orang
yang sedang saling jatuh cinta, aku iri nita tertawa lepas .sedangkan
aku hanya diam tak ada yang bisa buat aku tersenyum seperti nita. Yudis
mendekatiku dan memberikan selembar kertas yang berisi puisi
Arti Hidup
semuanya terasa begitu hamoa
tak ada lagi klasih sayang yang kurasakan
ini begitu sulit ini begitu asing bagiku
Malam itu ku teringat akan semua masa-masa ketika ku bersama mereka bersama teman-teman SMA ku , tak bisa kuhitung tetesan air mataku yang jatuh mungkin kumuak, kubenci, sekaligus ku mengasihi dan bangga akan diriku sendiri. Aku yang terpojokan dekap sikap-sikap mereka membuatku tersadar aku tak seisitimewa mereka yang lahir dengan wajah yang rupawan, harta yang berkecukupan, dan tinggal dilingkungan perkotaan.
Teringat akan sebuah kenangan di mana aku duduk di kelas 1 SMA aku yang awalnya sangat sulit beradaptasi dengan semuanya. Tampanku yang biasa-biasa saja, gayaku yang cupu, dan otakku yang biasa-biasa pula membuatku minder dengan sekelilingku. Kuberfikir apakah ada sesosok teman yang mau nerima aku yang seperti ini dan apakah aku bisa membuat mereka iri akan kehidupaku yang akan datang, yah liat saja nanti. Kisahku di putih abu-abu.
PUTIH ABU-ABU
Oleh: Nurul RahmahMalam itu ku teringat akan semua masa-masa ketika ku bersama mereka bersama teman-teman SMA ku , tak bisa kuhitung tetesan air mataku yang jatuh mungkin kumuak, kubenci, sekaligus ku mengasihi dan bangga akan diriku sendiri. Aku yang terpojokan dekap sikap-sikap mereka membuatku tersadar aku tak seisitimewa mereka yang lahir dengan wajah yang rupawan, harta yang berkecukupan, dan tinggal dilingkungan perkotaan.
Teringat akan sebuah kenangan di mana aku duduk di kelas 1 SMA aku yang awalnya sangat sulit beradaptasi dengan semuanya. Tampanku yang biasa-biasa saja, gayaku yang cupu, dan otakku yang biasa-biasa pula membuatku minder dengan sekelilingku. Kuberfikir apakah ada sesosok teman yang mau nerima aku yang seperti ini dan apakah aku bisa membuat mereka iri akan kehidupaku yang akan datang, yah liat saja nanti. Kisahku di putih abu-abu.
Senin,
4 Juni 2010. Hari pertama kumelukis kisah di putih abu-abu. Pagi itu
dengan bangga kutampil didepan bapak dan ibuku berpakain putih abu-abu
berjilbab abu-abu serasa aku telah berubah menjadi gadis remaja yang
cantik saat itu, tau bagaimana reaksi bapak dan ibuku waw mereka
memberiku 2 jempol, makasih bapak ibu udah membuat hatiku tersenyum
meski kusadar kubiasa-biasa saja, sebelum kesekolah kucium tangan bapak
dan ibu, pesan bapak dan ibu jalani semuanya dengan hati yah nak, karena
hatilah yang akan menuntun hidupmu. Pesan itulah yang membimbing
jalanku.
Dengan
basmalah ku menginjatkan kakiku di SMA NEGERI 1 4 BUTTERFLY . Yah ini
lah awal perjuanganku. Bell berbunyi tanda pelajar dimulai tapi aku
belum tau dimana kelasku berada, namanya juga baru masuk sekolah jadi
aku belum tau, saat itu aku ditempatkan dikelas 1.E. Aku berjalan dan
bertanya kesana kemari mencari kelasku tapi sudah hampir stengah jam
berlalu aku belum dapat, hingga kuberanikan diriku bertanya kepada guru,
saat itulah aku baru tau dimana kelasku. Teman-teman dan kakak-kakak
kelas yang berbisik sambil tertawa melihatku saat itu membuatku teringat
pesan bapak da ibu jadi aku tidak boleh sakit hati kerena nanti hatiku
jadi rusak dan tidak ada yang membimbing hidupku, meski ku sadar aku lah
yang diceritai dan ditertawai mereka, gayaku yang cupu inilah
ditertawai mereka, sepatu yang kukenakan ini adalah sepatu kusam yang
kupakai sejak aku kelas 3 SMP dulu, karena tidak mau menyusahkan
orangtua jadi aku menolak untuk dibelikan yang baru,kurawat sepatuku ini
dengan baik-baik meski kumuh tapi masih layak dipakai. Perasaanku saat
itu sangat sedih tapi mau diapakan lagi memang pantas aku digituin,
selintas hatiku berkata tunggu suatu saat nanti kalian akan membayar
hinaan kalian dengan sanjungan akan keberhasilan dan presatasi yang akan
kuraih nanti.
Tidak
terasa satu tahun berlalu aku menjalani kehidupanku di SMA ,yah meski
sudah hampir setahun tapi aku baru mengenal beberapa teman yang mau
berteman dengan ku, itupun bisa dihitung jari kasihan yang aku.
Ada
hal yang membuatku bersedih dan kecewa tau apa, naik kelas 2 aku
ditempatkan dikelas BAHASA, dimana siswa beranggapan kelas program
bahasa lah tempat siswa-siswa yang bodoh dan nakal. Awalnya ku tidak
menerima semua ini tapi aku sadar Allah telah punya rencana yang indah
sehingga menempatkanku dikelas ini. Pandangan mereka yang jelek akan
kelas program bahasa ini kan saya ubah menjadi pandangan yang
beranggapan bahasa jurusan yang istimewa jurusan yang tidak bisa
dianggap sepele. Saat itulah ku ubah sikap, gaya, tampilan dan kebiasaan
buruku.
Hari
pertamaku belajar di Kelas Bahasa dengan gaya berpakaianku yah bisa
dibilang lumayan kalau diberi nilai dapat 82 lah, bukan cuman gaya
berpenampilanku berubah tapi sikapku pun kuubah juga wajahku yang
dulunya nunduk kalaw jalan, sekarang dah agak tegak dengan wajah dan
hati yang tersenyum. Tau tidak perubahanku itu memberikan hasil yang
positif bagi diriku teman-temaku mulai banyak dan prestasiku mulai
meningkat, aku lebih rajin belajar sehingga aku ditunjuk menjadi salah
satu yang mewakili sekolah untuk lomba membawa nama sekolah, dan kini
aku mulai bangga akan diriku, meski masih banyak yang mencela dan
menghinaku disekolah.
Pesan
bapak dan ibu yang kutanam dalam hatiku benar-benar membimbingku. Jika
hati dijaga dan dijauhi dari penyakit hati pasti akan menghasilkan hati
yang mulia. Menjalani hari demi hari dengan sejuta kesan yang kuterima
memberiku sebuah pelajaran besar akan kehidupan, ini baru awal dari
kehidupanku masih banyak kehidupan selanjutnya yang akan penuh dengan
cobaan. Jangan takut untuk berubah kalau memang semua itu tidak
merugikan diri kita dan orang lain. Semua pengalaman yang kudapat adalah
guru dari perjalananku selanjutnya.
Seluruh rasa antusias itu seakan luruh. Semangatku untuk mendengar cerita Laras, hilang begitu saja. Kebahagiaan yang tadi sempat mengisi relung hatiku, tercabut secara paksa.
Di sebuah kamar kost-an, aku duduk di atas tempat tidur. Tangan kananku memegang sebatang cokelat. Di tangan kiriku, aku memainkan sebuah permainan, di handphone kesayanganku.
“Tari, perasaan dari tadi pagi lo makan cokelat terus. Apa enggak takut gemuk?” tanya Wery, sambil berbaring di tempat tidur yang terletak di samping kanan tempat tidurku.
“Iya, gue heran deh sama Lestari. Padahal kalau makan cokelat enggak tanggung-tanggung. Sekali makan bisa habis dua batang. Tapi kenapa badan lo enggak gemuk sih?” Hanny yang dari tadi sibuk ber-SMS-an dengan Deni, pacarnya, ikut melibatkan diri dalam obrolan kami.
“Jangan-jangan lo muntahin lagi, ya?” timpa Wery, sebelum sempat aku menjawab pertanyaan dari mereka.
“Wah, jangan-jangan iya, nih. Lo bulemia ya?”
“Bulemia? Yang benar tuh, bulimia. Bukan bulemia. Makanya kalau punya kamus kedokteran itu dibuka-buka. Jangan disimpan aja,” ledek Wery, sambil tertawa terbahak-bahak.
Kami pun kemudian tertawa.
Begitulah suasana di kost-an bila malam tiba. Selalu ramai dengan canda tawa. Kata-kata yang Hanny dan Wery lontarkan, terkadang memang dalam. Tapi memang begitulah mereka. Ceplas-ceplos.
Untuk menanggapi mereka yang seperti itu, aku harus menganggap bahwa kata-kata yang mereka lontarkan itu tidak serius. Mereka hanya bercanda. Kalau aku mengganggap serius kata-kata mereka. Dijamin, aku enggak akan betah tinggal di kost-an.
“Eh, tapi benar enggak sih, kalau lo bulimia?” Henny masih penasaran.
“Ya, enggak lah. Ngapain juga gue harus muntahin makanan yang sudah gue makan. Kalau gue ngelakuin itu, bisa-bisa, dinding perut, usus, ginjal, gigi, semuanya rusak. Dan yang lebih parah, gue bisa meninggal karena kekurangan gizi. Mending gue meninggal karena dicium Fikri, dari pada gue meninggal karena kekurangan gizi,” aku yang sejak tadi bergeming, akhirnya menanggapi kata-kata mereka.
“Cieee... yang tadi pagi baru jadian. Omongannya enggak nahan.”
Tok... tok... tok....
Tiba-tiba pintu rumah di ketuk dari luar.
Wery, yang bertugas piket hari ini, bangkit untuk membukakan pintu.
“Tari, gue mau curhat!” Laras, saudara kembarku, sudah berdiri di depan pintu kamar, padahal baru lima belas detik Wery membuka pintu. Laras kemudian langsung berlari ke arahku.
“Lo ke sini sama siapa? Sudah malam begini,” tanyaku, heran.
“Sendiri. Gue sengaja ke sini, mau curhat sama elo. Lagian, besok gue enggak ada jadwal kuliah. Jadi gue bisa nginep di sini.”
“Eh... enggak bisa, enggak bisa. Bertiga aja sudah sempit. Apalagi ditambah satu gajah.” Hanny protes.
“Teman lo keterlaluan banget, sih. Masa gue dibilang gajah. Lagian, kamar ini kan masih luas banget!” Laras marah.
“Hanny memang begitu. Udah, enggak usah di masukin ke hati. Cuekin aja. Kita pindah ke kamar sebelah aja, yuk.”
Aku dan Laras kemudian bergeras meninggalkan kamar yang ditempati Hanny dan Wary. Kami menuju kamar yang lain, yang terletak tidak jauh dari kamar mereka.
Di rumah yang kami kontrak ini, hanya mempunyai dua kamar. Satu kamar untuk tidur. Satu kamar lagi untuk lemari pakaian dan rak buku. Kami sengaja mengaturnya seperti itu. Karena yang tinggal di rumah ini bukan hanya dua orang. Melainkan tiga orang. Selain itu, agar kebersamaan dan kekeluargaan di antara kami lebih terasa.
Sesampainya di kamar, laras langsung merebahkan diri ke karpet, yang berada tepat di tengah-tengah deretan lemari. Aku yang memang sudah lelah, ikut berbaring di sampingnya.
“Tari, lo tahu enggak. Tadi pagi gue ketemu cowok, cakep banget. Rambutnya ikal, matanya cokelat, hidungnya mancung, senyumnya manis, terus di pipi kanannya ada tahi lalat. Pokoknya sempurna banget, deh. Gue suka sama dia.”
“Ketemu di mana? Namanya siapa?” tanyaku, antusias. Perasaan lelah itu hilang seketika, tergantikan olah semangat yang baru. Karena baru kali ini Laras menceritakan tentang perasaannya pada seorang pria. Baru kali ini dia jatuh cinta. Padahal usianya sudah hampir sembilan belas tahun.
“Gue ketemu dia waktu di toko buku. Namanya Fikri.”
“Siapa?!” tanyaku, tak percaya.
“Fikri. Fikri Adi Dinata. Kalau enggak salah, dia juga kuliah di kampus lo, di jurusan Kesehatan Masyarakat. Lo kenal?! Ih... salamin ya.”
Seluruh rasa antusias itu seakan luruh. Semangatku untuk mendengar cerita Laras, hilang begitu saja. Kebahagiaan yang tadi sempat mengisi relung hatiku, tercabut secara paksa. Meskipun begitu, aku tidak ingin mengecewakan Laras. Aku tetap mendengarkan cerita tentang pertemuannya dengan Fikri. Tak tega rasanya membuatnya kecewa. Ia begitu bersemangat, begitu bahagia.
Aku benar-benar bingung sekarang. Aku harus bagaimana?! Laras ternyata mencintai Fikri, pacarku sendiri. Ini bukan salahnya, karena dia tidak pernah mengetahui bahwa aku dan Fikri, sebenarnya pacaran. Ini adalah kesalahanku sepenuhnya, karena aku tidak pernah memberi tahu Laras. Tapi aku tidak tega menghancurkan perasaannya. Cinta pertamanya!
***
“Fikri, hari ini kamu masih ada jam kuliah enggak?”
“Enggak ada. Memang ada apa?”
“Aku ingin ke pantai. Kamu mau menemaniku?”
“Untuk kamu, apa sih yang enggak?”
“Ya sudah. Berangkat, yuk.”
“Oke.”
RX King milik Fikri melaju dengan kencang. Membelah jalanan Kota Baja yang penuh debu.
Semilir angin pantai menerpa wajah tirusku, yang terduduk bagai di hamparan lautan es kim. Rambut ikal bergelombang menari mengikuti arah angin berhembus. Lenganku memeluk lutut. Pandanganku lurus ke garis horizontal.
Fikri duduk di samping kiriku. Kedua kakinya diluruskan. Tangannya meremas butir-butir pasir yang ada di samping kanan dan kirinya. Selama beberapa saat kami terdiam. Hanya suara debur ombak yang terdengar.
“Tari, sebenarnya apa yang ingin kamu katakan?” tanya Fikri, tiba-tiba. Ia seakan merasakan ada sesuatu yang kusembunyikan.
Aku bangkit, kemudian berseru, “Fikri, aku ingin bermain dengan ombak.” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
Fikri kemudian menggenggam dengan lembut tanganku. Aku menatapnya. Mataku dan matanya saling beradu. Ada kepedihan di hatiku.
Aku melepaskan genggaman Fikri. Dengan gontai aku melangkah, mendekati riak ombak yang menjilati hamparan es krim itu. Fikri menyejajarkan langkahnya dengan langkahku.
Aku hentikan langkahku, saat ombak yang menerjang kakiku semakin kuat. Fikri masih berada di sampingku.
“Sayang, kamu kenapa? Pasti ada sesuatu hal yang ingin kamu katakan padaku.”
“Fikri, kita adu lari, yuk. Sampai tembok pembatas itu ya,” untuk kedua kalinya aku mengalihkan pembicaraan.
“Oke. Tapi kalau kamu kalah, kamu harus mengatakan yang sejujurnya. Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan.”
Setelah aku merasa letih, aku kemudian berhenti dan berbalik. Ternyata aku sudah jauh meninggalkan Fikri, yang memang tidak ikut berlari. Masih dengan nafas tersengal-sengal, aku kembali berlari ke arah Fikri. Aku merasakan beban di hatiku kini sedikit berkurang.
“Kamu curang,” seruku, masih dengan tersengal-sengal.
“Kamu larinya semangat banget, sih. Jadi aku enggak bisa menyusul deh,” jawab Fikri, sekenanya.
Aku kemudian terdiam. Pandanganku kembali tertuju ke garis horizontal. Namun kini, sebuah senyuman mengembang dari bibir tipisku. Perasaanku lebih tenang.
“Sayang, sebenarnya ada apa sih?”.
“Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu. Hanya bersamamu, hari ini,” jawabku. Pandanganku masih tertuju ke garis horizontal.
Fikri kemudian tersenyum, sambil berkata, “Aku pikir kamu mau cerita sesuatu. Karena kamu selalu mengajak aku ke pantai, kalau mau cerita sesuatu.”
“Masa, sih?”
“Bukannya iya?”
Kami pun bercanda dan tertawa. Menghabiskan hari ini bersama. Berdua, di tepi pantai. Kami bercanda dan tertawa, hingga senja berada di ufuk barat.
***
Kala senja berada di ufuk Barat, tepat berada di tengah garis horizontal, aku mengatakan, “Fikri, aku sudah memutuskan bahwa aku enggak bisa melanjutkan hubungan kita. Aku enggak bisa pacaran sama kamu. Ada seseorang yang lebih pantas untukmu.”
“Maksud kamu apa?!”
Aku kemudian menarik nafas, dalam dan panjang. Menghembuskannya perlahan. Aku berusaha untuk tersenyum, meskipun hatiku terluka. Sama seperti yang Fikri rasakan saat ini.
“Aku sudah terlalu sering menyakitimu. Aku tidak berhak mendapatkan cintamu. Kamu berhak mendapatkan wanita lain yang lebih baik dariku. Dia adalah Laras.”
“Laras?! Saudara kembarmu? Lestari, cinta itu bukan bola, yang bisa kamu oper sesuka hatimu. Sekalipun, kepada saudara kembarmu!” Fikri marah besar.
Hatiku semakin terluka. Aku menyadari, bahwa cinta memang bukanlah sebuah bola. Tapi demi kebahagiaan Laras, aku berharap, cintamu padaku seperti halnya sebuah bola. Sehingga cinta itu bisa dioper kepada Laras. Dan membuatnya bahagia.
'Mantan'
oleh Melody Muchransyah
Seluruh rasa antusias itu seakan luruh. Semangatku untuk mendengar cerita Laras, hilang begitu saja. Kebahagiaan yang tadi sempat mengisi relung hatiku, tercabut secara paksa.
Di sebuah kamar kost-an, aku duduk di atas tempat tidur. Tangan kananku memegang sebatang cokelat. Di tangan kiriku, aku memainkan sebuah permainan, di handphone kesayanganku.
“Tari, perasaan dari tadi pagi lo makan cokelat terus. Apa enggak takut gemuk?” tanya Wery, sambil berbaring di tempat tidur yang terletak di samping kanan tempat tidurku.
“Iya, gue heran deh sama Lestari. Padahal kalau makan cokelat enggak tanggung-tanggung. Sekali makan bisa habis dua batang. Tapi kenapa badan lo enggak gemuk sih?” Hanny yang dari tadi sibuk ber-SMS-an dengan Deni, pacarnya, ikut melibatkan diri dalam obrolan kami.
“Jangan-jangan lo muntahin lagi, ya?” timpa Wery, sebelum sempat aku menjawab pertanyaan dari mereka.
“Wah, jangan-jangan iya, nih. Lo bulemia ya?”
“Bulemia? Yang benar tuh, bulimia. Bukan bulemia. Makanya kalau punya kamus kedokteran itu dibuka-buka. Jangan disimpan aja,” ledek Wery, sambil tertawa terbahak-bahak.
Kami pun kemudian tertawa.
Begitulah suasana di kost-an bila malam tiba. Selalu ramai dengan canda tawa. Kata-kata yang Hanny dan Wery lontarkan, terkadang memang dalam. Tapi memang begitulah mereka. Ceplas-ceplos.
Untuk menanggapi mereka yang seperti itu, aku harus menganggap bahwa kata-kata yang mereka lontarkan itu tidak serius. Mereka hanya bercanda. Kalau aku mengganggap serius kata-kata mereka. Dijamin, aku enggak akan betah tinggal di kost-an.
“Eh, tapi benar enggak sih, kalau lo bulimia?” Henny masih penasaran.
“Ya, enggak lah. Ngapain juga gue harus muntahin makanan yang sudah gue makan. Kalau gue ngelakuin itu, bisa-bisa, dinding perut, usus, ginjal, gigi, semuanya rusak. Dan yang lebih parah, gue bisa meninggal karena kekurangan gizi. Mending gue meninggal karena dicium Fikri, dari pada gue meninggal karena kekurangan gizi,” aku yang sejak tadi bergeming, akhirnya menanggapi kata-kata mereka.
“Cieee... yang tadi pagi baru jadian. Omongannya enggak nahan.”
Tok... tok... tok....
Tiba-tiba pintu rumah di ketuk dari luar.
Wery, yang bertugas piket hari ini, bangkit untuk membukakan pintu.
“Tari, gue mau curhat!” Laras, saudara kembarku, sudah berdiri di depan pintu kamar, padahal baru lima belas detik Wery membuka pintu. Laras kemudian langsung berlari ke arahku.
“Lo ke sini sama siapa? Sudah malam begini,” tanyaku, heran.
“Sendiri. Gue sengaja ke sini, mau curhat sama elo. Lagian, besok gue enggak ada jadwal kuliah. Jadi gue bisa nginep di sini.”
“Eh... enggak bisa, enggak bisa. Bertiga aja sudah sempit. Apalagi ditambah satu gajah.” Hanny protes.
“Teman lo keterlaluan banget, sih. Masa gue dibilang gajah. Lagian, kamar ini kan masih luas banget!” Laras marah.
“Hanny memang begitu. Udah, enggak usah di masukin ke hati. Cuekin aja. Kita pindah ke kamar sebelah aja, yuk.”
Aku dan Laras kemudian bergeras meninggalkan kamar yang ditempati Hanny dan Wary. Kami menuju kamar yang lain, yang terletak tidak jauh dari kamar mereka.
Di rumah yang kami kontrak ini, hanya mempunyai dua kamar. Satu kamar untuk tidur. Satu kamar lagi untuk lemari pakaian dan rak buku. Kami sengaja mengaturnya seperti itu. Karena yang tinggal di rumah ini bukan hanya dua orang. Melainkan tiga orang. Selain itu, agar kebersamaan dan kekeluargaan di antara kami lebih terasa.
Sesampainya di kamar, laras langsung merebahkan diri ke karpet, yang berada tepat di tengah-tengah deretan lemari. Aku yang memang sudah lelah, ikut berbaring di sampingnya.
“Tari, lo tahu enggak. Tadi pagi gue ketemu cowok, cakep banget. Rambutnya ikal, matanya cokelat, hidungnya mancung, senyumnya manis, terus di pipi kanannya ada tahi lalat. Pokoknya sempurna banget, deh. Gue suka sama dia.”
“Ketemu di mana? Namanya siapa?” tanyaku, antusias. Perasaan lelah itu hilang seketika, tergantikan olah semangat yang baru. Karena baru kali ini Laras menceritakan tentang perasaannya pada seorang pria. Baru kali ini dia jatuh cinta. Padahal usianya sudah hampir sembilan belas tahun.
“Gue ketemu dia waktu di toko buku. Namanya Fikri.”
“Siapa?!” tanyaku, tak percaya.
“Fikri. Fikri Adi Dinata. Kalau enggak salah, dia juga kuliah di kampus lo, di jurusan Kesehatan Masyarakat. Lo kenal?! Ih... salamin ya.”
Seluruh rasa antusias itu seakan luruh. Semangatku untuk mendengar cerita Laras, hilang begitu saja. Kebahagiaan yang tadi sempat mengisi relung hatiku, tercabut secara paksa. Meskipun begitu, aku tidak ingin mengecewakan Laras. Aku tetap mendengarkan cerita tentang pertemuannya dengan Fikri. Tak tega rasanya membuatnya kecewa. Ia begitu bersemangat, begitu bahagia.
Aku benar-benar bingung sekarang. Aku harus bagaimana?! Laras ternyata mencintai Fikri, pacarku sendiri. Ini bukan salahnya, karena dia tidak pernah mengetahui bahwa aku dan Fikri, sebenarnya pacaran. Ini adalah kesalahanku sepenuhnya, karena aku tidak pernah memberi tahu Laras. Tapi aku tidak tega menghancurkan perasaannya. Cinta pertamanya!
***
“Fikri, hari ini kamu masih ada jam kuliah enggak?”
“Enggak ada. Memang ada apa?”
“Aku ingin ke pantai. Kamu mau menemaniku?”
“Untuk kamu, apa sih yang enggak?”
“Ya sudah. Berangkat, yuk.”
“Oke.”
RX King milik Fikri melaju dengan kencang. Membelah jalanan Kota Baja yang penuh debu.
Semilir angin pantai menerpa wajah tirusku, yang terduduk bagai di hamparan lautan es kim. Rambut ikal bergelombang menari mengikuti arah angin berhembus. Lenganku memeluk lutut. Pandanganku lurus ke garis horizontal.
Fikri duduk di samping kiriku. Kedua kakinya diluruskan. Tangannya meremas butir-butir pasir yang ada di samping kanan dan kirinya. Selama beberapa saat kami terdiam. Hanya suara debur ombak yang terdengar.
“Tari, sebenarnya apa yang ingin kamu katakan?” tanya Fikri, tiba-tiba. Ia seakan merasakan ada sesuatu yang kusembunyikan.
Aku bangkit, kemudian berseru, “Fikri, aku ingin bermain dengan ombak.” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
Fikri kemudian menggenggam dengan lembut tanganku. Aku menatapnya. Mataku dan matanya saling beradu. Ada kepedihan di hatiku.
Aku melepaskan genggaman Fikri. Dengan gontai aku melangkah, mendekati riak ombak yang menjilati hamparan es krim itu. Fikri menyejajarkan langkahnya dengan langkahku.
Aku hentikan langkahku, saat ombak yang menerjang kakiku semakin kuat. Fikri masih berada di sampingku.
“Sayang, kamu kenapa? Pasti ada sesuatu hal yang ingin kamu katakan padaku.”
“Fikri, kita adu lari, yuk. Sampai tembok pembatas itu ya,” untuk kedua kalinya aku mengalihkan pembicaraan.
“Oke. Tapi kalau kamu kalah, kamu harus mengatakan yang sejujurnya. Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan.”
Setelah aku merasa letih, aku kemudian berhenti dan berbalik. Ternyata aku sudah jauh meninggalkan Fikri, yang memang tidak ikut berlari. Masih dengan nafas tersengal-sengal, aku kembali berlari ke arah Fikri. Aku merasakan beban di hatiku kini sedikit berkurang.
“Kamu curang,” seruku, masih dengan tersengal-sengal.
“Kamu larinya semangat banget, sih. Jadi aku enggak bisa menyusul deh,” jawab Fikri, sekenanya.
Aku kemudian terdiam. Pandanganku kembali tertuju ke garis horizontal. Namun kini, sebuah senyuman mengembang dari bibir tipisku. Perasaanku lebih tenang.
“Sayang, sebenarnya ada apa sih?”.
“Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu. Hanya bersamamu, hari ini,” jawabku. Pandanganku masih tertuju ke garis horizontal.
Fikri kemudian tersenyum, sambil berkata, “Aku pikir kamu mau cerita sesuatu. Karena kamu selalu mengajak aku ke pantai, kalau mau cerita sesuatu.”
“Masa, sih?”
“Bukannya iya?”
Kami pun bercanda dan tertawa. Menghabiskan hari ini bersama. Berdua, di tepi pantai. Kami bercanda dan tertawa, hingga senja berada di ufuk barat.
***
Kala senja berada di ufuk Barat, tepat berada di tengah garis horizontal, aku mengatakan, “Fikri, aku sudah memutuskan bahwa aku enggak bisa melanjutkan hubungan kita. Aku enggak bisa pacaran sama kamu. Ada seseorang yang lebih pantas untukmu.”
“Maksud kamu apa?!”
Aku kemudian menarik nafas, dalam dan panjang. Menghembuskannya perlahan. Aku berusaha untuk tersenyum, meskipun hatiku terluka. Sama seperti yang Fikri rasakan saat ini.
“Aku sudah terlalu sering menyakitimu. Aku tidak berhak mendapatkan cintamu. Kamu berhak mendapatkan wanita lain yang lebih baik dariku. Dia adalah Laras.”
“Laras?! Saudara kembarmu? Lestari, cinta itu bukan bola, yang bisa kamu oper sesuka hatimu. Sekalipun, kepada saudara kembarmu!” Fikri marah besar.
Hatiku semakin terluka. Aku menyadari, bahwa cinta memang bukanlah sebuah bola. Tapi demi kebahagiaan Laras, aku berharap, cintamu padaku seperti halnya sebuah bola. Sehingga cinta itu bisa dioper kepada Laras. Dan membuatnya bahagia.
Rabu, 04 April 2012
Cara Menghias Telur Paskah
Gaya Hidup Hari Raya Paskah dirayakan oleh seluruh umat Kristen di Indonesia. Biasanya tradisi membagi telur paskah dengan keluarga atau teman juga dilakukan pada perayaan hari besar ini. Banyak orang yang menghias telur paskahnya agar terlihat menarik. Telur paskah mempunyai arti dan makan tersendiri untuk umat Kristen. Karenanya memberikan telur paskah yang bagus dan terlihat menarik juga menjadi hal yang penting. Bagi kamu yang belum tahu cara menghias telur paskah, mungkin cara berikut bisa membantu. Cara menghias telur paskah agar terlihat menarik dan bagus:
1. Hias Seperti Boneka Hal pertama yang perlu kamu siapkan adalah bersihkan kulit telur sampai tidak ada debu. Beli manik-manik dan aksesoris mata boneka sesuai dengan jumlah telur yang akan dihias. Jika sudah ada, tempel mata boneka dan manik-manik dengan menggunakan lem pada kulit telur. Gunakan manik-manik sebagai hidung dan mulut dari telur. Jika manik-manik masih tersisa, kamu bisa menggunakannya untuk menghias bagian telur yang masih polos. Kreasikan hiasan telur sesuai dengan selera kamu sendiri.
2. Telur Paskah Berbunga Siapkan tali pita atau kertas yang berwarna dipotong panjang. Bentuk seperti bunga dengan cara menggulung pita atau kertas tersebut. Pilihlah warna yang cerah agar terlihat lebih menarik. Jika pita atau kertas sudah dibentuk seperti bunga, langsung saja tempel ke telur yang mau dihias. Kamu juga bisa menggunakan bunga kertas yang sudah jadi untuk hiasan telur. Kamu tinggal tempel saja bunga kertas yang sudah jadi itu satu persatu (lihat gambar 2).
3. Telur Paskah Berwarna Jika kamu hobi melukis, kamu bisa menghias telur paskah dengan melukisnya. Gunakan warna yang permanen dan tidak berbau tajam. Padukan warna yang cocok untuk menghias telur paskah.
4. Telur Paskah Bergambar Tuangkan hobi menggambar kamu untuk menghias telur paskah. Agar lebih menarik, kamu bisa menggambar bentuk hati, ekspresi wajah atau yang lainnya. Jika ingin memberinya untuk pacar, kamu bisa menggambar hati yang di dalam hati itu ada gambar dua orang, cowok dan cewek.
5. Telur Paskah Bernama Ingin yang simpel dan tidak susah? Kamu bisa hias telur paskah dengan menuliskan kalimat ucapan “Happy Easter” dan tulis nama orang yang ingin kamu beri telur.
Dijamin deh telur kamu bakalan terlihat unik dan berkesan. Bagaimana, mudah bukan? Sekarang kamu tinggal pilih mau cara yang mana..
Gaya Hidup Hari Raya Paskah dirayakan oleh seluruh umat Kristen di Indonesia. Biasanya tradisi membagi telur paskah dengan keluarga atau teman juga dilakukan pada perayaan hari besar ini. Banyak orang yang menghias telur paskahnya agar terlihat menarik. Telur paskah mempunyai arti dan makan tersendiri untuk umat Kristen. Karenanya memberikan telur paskah yang bagus dan terlihat menarik juga menjadi hal yang penting. Bagi kamu yang belum tahu cara menghias telur paskah, mungkin cara berikut bisa membantu. Cara menghias telur paskah agar terlihat menarik dan bagus:
1. Hias Seperti Boneka Hal pertama yang perlu kamu siapkan adalah bersihkan kulit telur sampai tidak ada debu. Beli manik-manik dan aksesoris mata boneka sesuai dengan jumlah telur yang akan dihias. Jika sudah ada, tempel mata boneka dan manik-manik dengan menggunakan lem pada kulit telur. Gunakan manik-manik sebagai hidung dan mulut dari telur. Jika manik-manik masih tersisa, kamu bisa menggunakannya untuk menghias bagian telur yang masih polos. Kreasikan hiasan telur sesuai dengan selera kamu sendiri.
2. Telur Paskah Berbunga Siapkan tali pita atau kertas yang berwarna dipotong panjang. Bentuk seperti bunga dengan cara menggulung pita atau kertas tersebut. Pilihlah warna yang cerah agar terlihat lebih menarik. Jika pita atau kertas sudah dibentuk seperti bunga, langsung saja tempel ke telur yang mau dihias. Kamu juga bisa menggunakan bunga kertas yang sudah jadi untuk hiasan telur. Kamu tinggal tempel saja bunga kertas yang sudah jadi itu satu persatu (lihat gambar 2).
3. Telur Paskah Berwarna Jika kamu hobi melukis, kamu bisa menghias telur paskah dengan melukisnya. Gunakan warna yang permanen dan tidak berbau tajam. Padukan warna yang cocok untuk menghias telur paskah.
4. Telur Paskah Bergambar Tuangkan hobi menggambar kamu untuk menghias telur paskah. Agar lebih menarik, kamu bisa menggambar bentuk hati, ekspresi wajah atau yang lainnya. Jika ingin memberinya untuk pacar, kamu bisa menggambar hati yang di dalam hati itu ada gambar dua orang, cowok dan cewek.
5. Telur Paskah Bernama Ingin yang simpel dan tidak susah? Kamu bisa hias telur paskah dengan menuliskan kalimat ucapan “Happy Easter” dan tulis nama orang yang ingin kamu beri telur.
Dijamin deh telur kamu bakalan terlihat unik dan berkesan. Bagaimana, mudah bukan? Sekarang kamu tinggal pilih mau cara yang mana..
Langganan:
Postingan (Atom)